Studi kasus :
Pada
suatu kesempatan terdapat persetujuan sewa menyewa rumah untuk jangka waktu
satu tahun, dengan perjanjian secara lisan bahwa penyewa tidak merubah
bentuk rumah, merawat dan menjaganya sampai batas periode sewa satu tahun, jika
pada periode sewa terjadi perpindahan ke pihak lain/pindah tugas maka tanggung
jawab penyewa.
Pada
tahun ke dua memperpanjang sewa rumah untuk jangka waktu satu tahun, baru
berjalan 3(tiga) bulan ternyata penyewa pindah rumah/tugas dan meminta uang sewa
sisanya kepada pemilik rumah, dengan alasan tidak ada perjanjian tertulis.
Bagaimana penyelesaian hukumnya :
Contoh kasus di atas hanya
satu dari sekian banyak perjanjian tidak terlulis yang mungkin kita pernah
mengalaminya, baik sewa-menyewa, jual beli hasil panen, hasil laut, hasil kebun
buah-buahan dan lain lainnya, biasanya karena kebaikan kita dengan orang
tersebut maka tidak pernah dibuatkan secarik surat perjanjiannya.
Ini kadang menyulitan jika
terjadi permasalahan, akan tetapi sesungguhnya di dalam KUH Perdata, terdapat
aturan jika hal tersebut menimpa siapapun, yang kita kenal dengan azas Pacta
Sunt Servanda, ini akan mempermudah dan akan memberikan solusi yang
dapat diterima oleh masing-masing pihak secara adil.
Asas ini perlu disebar
luaskan pada semua pihak, sebab tidak semua memahi tentang peraturan hukum yang
begitu banyak pasal-pasalnya sehingga untuk memudahkan jika terjadi kasus kadang
menyewa pengacara, ini problem lagi bagi yang memiliki kelebihan uang mungkin
cukup mudah, nah akan tetapi bagi para petani, nelayan, dan buruh yang mungkin
tidak sanggup membayar pengacara, maka tulisan ini bisa membantu minimal
meringankan dan mencerahkan kita semua.
Apa itu Pacta Sunt Servanda?
Adalah
merupakan asas fundamental sebagai dasar atas timbulnya perjanjian oleh
beberapa pihak baik perorangan maupun sebuah organisasi. Pada asas ini harus
ditepati oleh para pembuat perjanjian, walaupun tidak tertulis.
Untuk
melengkapi pemahaman tentang Pacta Sunt Servanda seperti yang tersebut pada
Kitan Undang-Undang Hukum Perdata/KUH Perdata pasal 1388 maka sebuah
persepakatan dan/atau perjanjian dikatan sah jika memenuhi persayaratan pada
pasal 1320 KUH Perdata yaitu harus memiliki :
- 1. Kesepakatan
mereka yang mengikat dirinya
- 2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan
- 3. Objek
suatu pokok persoalan tertentu
- 4. Sebab
yang halal yang tidak terlarang
Dalam
pasal 1388 KUH Perdata menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Nah
kemudian apa saja yang membuat sebuah perjanjian menjadi sah dalam kaidah hukum
perdata yaitu :
1. Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
2. Suatu
perjanjian tidak dapat ditarik Kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alsan-alasan
yang oleh udang-undang dinyatakan untuk itu.
3. Suatu
perjanjian harus dilaksanakan dengan etikat baik.
Begitu
juga sebagai pelengkap dari perjanjian adalah terdapat pada pasal 1340 KUH
Perdata, berupa asas kepribadian (personality) suatu perjanjian hanya
berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya, dimana perjanjian lisan itu hanya
berlaku antara penjual dan pembeli.
Dalam
hal perjanjin lisan dapat berlaku pasal 1388 KUH Perdata jika terjadi
permasalahan , apa yang harus dilakukan :
- Mediasi
dapat menggunakan jasa pihak ke tiga
- Rekonsiliasi
menuju damai
- Arbitrase,
perjanjian arbitrase
- Negosiasi,
dilakukan kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan bersama.
Kesimpulan
Bahwa
Pacta Sunt Servanda adalah sebuah kesepatan antar kedua belah pihak, baik
tertulis maupun tidak tertulis dan akan berakibat hukum jika masing-masing
pihak tidak melaksanakan dengan etikat baik, sehingga menimbulkan konflik yang
proses penyelesaiannya sangat disarankan untuk mengikuti kaedah hukum yang
terdapat pada KUH Perdata.
Semoga bermanfaat.