Senin, 16 September 2013

Menangis bukan karena bersedih

Secara naluri bahwa menangis adalah manifestasi sebuah kesedihan yang amat dalam bagi manusia, tapi dalam prosesi menangis itu dibutuhkan niat yang kuat atau bahkan peningkatan adrenalin dari hari-hari biasanya. Sugguhpun demikian  bahwa mereka yang biasa menangis itu ternyata konon lebih stabil emosinya jika menghadapi suatu hal yang sangat berat. Maka seandainya dalam hidup ini tidak terdapat suara tangisan sepertinya dunia ini menjadi tak berirama, tapi tangisan itu akan menjadi harmoni tersendiri jika alunan irama kehidupan pun bergelayut menampakan kegembiraan atau kesedihan atau kesengsaraan atau kemiskinan atau keserakahan atau kemunafikan atau keberingasan atau juga kasih sayang kelemahlembutan rayuan, pujian, pengharapan keindahan, kesuksesan, semua ini adalah beberapa hal yang dominan membuat orang menangis.
     Ada yang menarik dalam pembicaraan menangis ini, yaitu"menagis bukan karena bersedih" sangat kontradiktif bukan?
     Sebab secara umum bahwa tangisan itu awalnya adalah sebuah kesedihan ini menangis bukan karena bersedih pastilah sangat menarik untuk dibahas, apalagi di perkembangan jaman sekarang yang "berbeda" itu menjadi daya tarik tetsendiri, atau memang masyarakat kita sudah semakin cerdas, yang nyleneh menjadi tren di media. Contohnya jelas-jelas seseorang itu tidak ada bukti melakukan kesalahan yang mengarah kepada yang bersangkutan kok dijeblosin penjara. Orang yang jelas kasat mata melakukan kesalahan sesuai bukti hukum, tidak diapa2kan, menunggu pengadilan akherat kali ya.
    Atau sebuah nyawa manusia pada hari ini sudah tidak ada harganya sama sekali, belum terbukti bahwa dia melakukan kejahatan, langsung dibunuh, padahal baru terduga, apakah tidak sudah tidak ada airmatanya, melihat hal seperti ini terus terjadi? Bagaimana jika hal tersebut menimpa dirinya atau sanak familinya adakah rasa tangisnya akan membuncah?
Jadi teringat Mr. Kasman Singodimejo mantan jaksa, atau Hugeng mantan kapolri, atau ingat Baharudin Lopa mantan jaksa agung, semua yg diatas tak akan terjadi jika penegak hukum bertiga di atas masih hidup. Saya jadi berfikiran jelek, apakah terbunuhnya seorang yg "terduga" bla bla terkait dengan sebuah "proyek" satu orang mati terduga dapat hibah milyaran dollar misalnya, tapi apakah tidak ingat bahwa perbuatan di dunia akandi balas di akherat kelak? Atau memang sudah tak ada airmata untuk dikeluarkan karena melihat dollar milyaran? Maka menangis bukan karena bersedih menjadi relefan untuk selalu dibahas, bahwa sesungguhnya hidup ini cuman tinggal menunggu di absen balik ke pemiliknya, bahwa hidup ini sekedar mampir untuk minum, menaruh kembali gelasnya pada tempat yang benar, lalu silahkan antri tunggu giliran pemanghilan yang setiap manusia tidak tahu kapan dipanggilnya.
       Oleh karenanya menangis bukan karena bersedih menjadi pemicu di dunia ini, sudah kah kita mempersiapkan bekal sebelum diabsen masuk ke kelas berikutnya? Jangan sampai rapot kita diterima dengan tangan kiri, tangankanan terikat erat tak berdaya, alangkah sedihnya kita jika kemudiansepanjang hidup ini tangan kanan tetikat tak berdaya unt menerima rapot kehidupan, artinya menangis bukan karena bersedih menjadi mutlak kita fahami bahwa di balik kehidupan dunia, masih ada kehidupan atau kelas lain yg harus kita ikuti, sanggupkah? Wallahu alam.