PENDAHULUAN
Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945
mengamanatkan perekonomian disusun berdasar asas kekeluargaan, cabang-cabang
produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, bumi,
air dan kekayaan alam didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar kemakmuran
rakyat. Prinsip perekonomian ini disampaikan oleh Muhammad Hatta sebagai
„arsitek‟ pasal 33 dilatarbelakangi oleh semangat kolektivitas yang didasarkan pada semangat tolong-menolong
gotong royong dibingkai dengan Koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional.
Muhammad Hatta telah dapat
meprediksikan bahwa di masa yang akan datang akan terjadi permasalahan ekonomi
yang cukup rumit jika tidak diciptakan atau jika tidak ada peran serta Negara
secara mendalam dalam mengelola perekonomian tersebut. Mengingat cabang-cabang
produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak atau badan usaha milik negara
harus dikuasai oleh negara maka pemberian Uang Persedian sebagai uang muka
kerja oleh Negara kepada Satuan Kerja ditingkat Kementerian/Lembaga untuk membiayai
keperluan sehari-hari perkantoran harus mendapatkan pengaturan sedemikian rupa
agar dana UP yang dibiayai APBN tersebut dapat bermanfaat untuk hajat hidup
orang banyak.
Diera digitalisasi sekarang ini
peranserta Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai ujung
tombak mengawal APBN satu rupiah tersampaikan kepada yang berhak, memiliki Inisiatif Strategis dan Quikwins Tahun 2020 berupa Pilot Project Marketplace dan Digital Payment kepada satuan kerja
diluar Ditjen Perbendaharaan, dengan ditetapkan Peraturan Dirjen Perbendaharaan
Nomor PER-20/PB/2019 tentang Uji Coba Penggunaan Uang Persediaan melalui Sistem
Marketplace dan Digital Payment pada Satuan Kerja.
PEMBAHASAN
Marketplace
merupakan Financial
technologi/Fintech atas inovasi dalam bidang jasa keuangan dengan sentuhan
teknologi, sebagaimana dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016
tentang penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran dan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 18/22/DKSP perihal
Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital, teredapat 4(empat) jenis Fintech, adapun MarketPlace yang diciptakan oleh Ditjen Perbendaharaan menurut
penulis adalah jenis Fintech Peer-to-Peer
(P2P) Lending dan Crowdfunding yang mempertemukan pihak
yang membutuhkan dana dengan pihak yang memberikan dana sebagai modal atau
investasi dalam satu online platform di
Blanjamandiri, Govstore dan Digipro. Kemudian timbul pertanyaan
monopolikah ini?
Sebelum ke arah sana marilah kita lihat devinisi
monopoli dari : Yusuf Qardhawi dalam bukunya yang
berjudul “Darulqiyam Wal Akhlaq fil Iqtishodil Islami” tahun 1995 halaman 293
berpendapat bahwa: Monopoli adalah
menahan barang untuk tidak beredar di pasar , supaya naik harganya, Boediono
dalam bukunya yang berjudul “Ekonomi Mikro” tahun 1998 halaman 125 berpendapat
bahwa: Monopoli adalah suatu keadaan
dimana di dalam pasar hanya terdapat satu penjual sehingga tidak ada pihak lain
yang menjadi saingan. T Gurito dalam bukunya yang berjudul “Kamus Ekonomi
Bisnis Perbankan” tahun 1997 halaman 272 berpendapat bahwa: Monopoli adalah penguasaan tunggal oleh
satu-satu nya atau beberapa pemasok (baik pembuat atau penjual) atas suatu
wilayah pasar atau industri tertentu, Sedangkan menurut UU pasal 1 ayat 1
No 5 tahun 1999 menyebutkan bahwa: “Monopoli
adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang atau jasa atas
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha.”
Market Place Pemerintah
ini adalah mengatur dan mempermudah belanja pemerintah berupa UP tunai 60%
dalam satu Online platform yang disediakan oleh BUMN dalam hal ini adalah
HIMBARA (Himpunan Bank Milik Negara), mempertemukan pihak yang memberikan dana
yaitu Pemerintah berupa UP, dan pihak yang membutuhkan dana dalam hal ini
satuan kerja untuk kegiatan operasional sehari-hari, dengan penyedia barang dan
jasa yang telah menawarkan barang/jasa pada web Marketplace. Timbul pertanyaan besar dapatkah semua penyedia
barang/jasa masuk kedalam Marketplace Pemerintah?
Bagaimana caranya? Adakah pontensi fraud terkait
pendaftaran penyedia barang/jasa? Apakah ini merupakan Monopoli Pemerintah?.
Pertanyaaan
tersebut sudah terjawab dengan pasal 33 UUD 1945 seperti dalam pendahuluan
tulisan ini, tentu saja tidak semua penyedia barang/jasa dapat masuk dalam Marketplace Pemerintah, hanya penyedia
barang/jasa yang telah mendapatkan exitpermit
oleh pejabat pengadaan barang/jasa satuan kerja berupa pendaftaran user
admin dan di set-up oleh pejabat pengadaan barang dan jasa satker tersebut,
kemudian penyedia barang/jasa dapat
memasarkan baranng/jasanya mengunakan
user tadi ke Marketplace Pemerintah,
perlu ditambahkan pula bahwa penyedia barang/jasa tersebut harus memiliki
rekeing pada bank yang sama dengan rekening Bendahara Pengeluaran satker
berkenan, disinilah secara Manajemen Resiko menurut penulis terdapat potensi fraud antara penyedia barang/jasa dengan
Pejabat Pengadaan Barang/Jasa di satuan kerja, maka mitigasi resiko atas froud tersebut perlu mendapatkan
pemekiran bersama.
Kemudian dalam
Pasal 33 sangat jelas ..” cabang-cabang produksi yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara” secara tidak langsung
Pemerintah wajib melakukan monopoli atas hal tersebut untuk sebesar kemakmuran
rakyat, salah satunya UP berasal dari APBN dan dalam terminologi Ilmu Keuangan
Negara dana dari APBN inilah untuk memenuhi layanan publik termasuk hajat hidup
orang banyak sekaligus fungsi pemerintah sebagai otoritas mengelola Keugan
Negara. Karena Negara dipersepsikan sebagai pemegang kekuasaan (otoritas-authority) yang mendapat mandat
dari rakyat untuk menyediakan dan membela kepentingan masyarakat (public interest). APBN inilah
sesungguhnya merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan, yaitu kekayaan
negara yang digunakan untuk mendukung kegiatan pemerintah sebagai otoritas.
Bagaimana dengan Marketplace Pemerintah yang online paltformnya adalah milik HIMBARA? Ini yang kemudian yang kita sebut
dengan Kekayaan Negara yang dipisahkan yaitu kekayaan negara yang digunakan
dalam rangka pelaksanaan peran pemerintah selaku individu pada umumnya untuk
memupuk keuntungan (profit motive),
peran ini berada pada BUMN salah satunya adalah HIMBARA, terbayang bukan? Jika
penyedia barang/jasa mempunyai rekening di satu bank yang sama dengan satuan
kerja maka dia bisa menjajakan barang/jasanya, UP satuan kerja tersebut berada
di Bank yang sama, maka dana UP/APBN tadi dapat dimanfaatkan oleh HIMBARA untuk
mendapatkan keuntungan. Sebagai gambaran sejak uji coba Marketplace Tahap I di bulan November 2019 hingga tanggal 25
September 2020 teralah terealisasi sebanyak 994 transaksi dengan nominal Rp.
2.210.482.538,- (dua milyar dua ratus sepuluh juta empat ratus delampan puluh
dua ribu lima ratus tiga puluh delaman ribu rupiah) yang dilakukan oleh 217
satuan kerja Ditjen Perbendaharaan dilingkup Pusat maupun Daerah, dan Ditjen
Perbendaharaan pada uji coba tahap IV mulai tanggal 1 Oktober 2020 menetapkan
241 satuan kerja untuk Market Place.
KESIMPULAN
Demikian semoga
bermanfaat.