Senin, 23 Desember 2019

TEKUN, TEKEN, TEKAN


Lalu lalang kehidupan dunia membuat setiap manusia berjalan kesagala arah untuk menggapai tujuannya masing-masing, berbagai cara dan alat digunakan untuk melakukan penempuhan perjalanan-perjalanan tersebut dari ujung pulau ke pulau lain, atau dari ujung dunia ke dunia lain, semua mereka lakukan untuk satu tujuan yang diangankan dan diciptakan baik secara individu atuapun kelompok golongan tertentu. Tak dipungkiri bahwa masing-masing tujuan dari setiap individu dan kelompok ada sedikit kesamaan atau bahkan satu tujuan yang sama telah direncanakan sebelumnya.
Andaikan sebuah tujuan itu dapat pasti terealisasi maka setiap kita tidak perlu susah-susah merencanakan langkah-langkah untuk mencapainya seperti dalam kisah Nabi Nuh AS membutuhkan waktu 950 tahun untuk meyakinkan umatnya  mempercayai  sang pencipta, andaikan tujuan itu dapat diketahui dari sejak awal tidak Perlu Bandung Bondowoso kerja keras menciptakan 1000 arca sebagai syarat untuk memimang Gadis Langsing/Rara Jongrang, begitu juga D’Artagnan dalam Novel The Three Masketeer  buat apa membawa surat referensi dari ayahnya untuk menemui komandan pasukan Masketeer De Treville, toh akhirnya ketemu dengan Tiga Pasukan Infantri Perancis (masketeer) Arhos, Porthos dan Aramis, dan buat apa Minke dalam Novel Bumi Manusia harus menikahi Anelis toh akhirnya meninggal dan mayatnya pun harus dikubur di Nederland. Ini semua sebagai bukti bahwa kita tidak mempunyai kekuasaan atas penentuan keberhasilan sebuah tujuan yang direncanakan secara matang. Pada akhir dakwah Nabi Nuh As hanya mendapatkan 80 orang pengikut walau 950 tahun telah ikhlas dan sabar menyebarkan ajaran Kemaha Esaan Tuhan.
Buat apa Bandung Bondowoso capek-capek membuat arca 1000 ternyata Roro Jonggrang pun menjadi pelengkap 1000 arca karena kurang satu arca, begitu juga akhirnya tanpa surat referensi dari ayahnya D’Artagnan pun bertemu dengan Masketeer, dan paling menyedihkan adalah mayat Anelis istri Mingke harus dikirim ke Holand, sementara Minke sebagai pribumi tidak dapat berbuat apa-apa kisah Mingke ini ada dalam Tetralogi Roman Gubahan Pramudya Anantatur dan sudah difilmkan.
Maka dalam konteks kemanusiaan yang ada pada diri kita tentunya akan bermakna ganda jika tidak dapat memahami tentang hakekat kehidupan, dari mana , untuk apa dan akan kemana. Proses metomorfosis manusia dari pertama lahir sampai meninggal adalah merupakan proses yang tidak bisa untuk dihidari mau tidak mau suka tidak suka akan mengalami proses dari mana kita dilahirkan, untuk apa kita berada didunia dan setelahnya akan kemana kita setelah mati.
 Tekun, Teken dan Tekan adalah salah satu budaya luhur jawa sebagai salah satu cara agar manusia dapat memehami hakekat dari kehidupan di alam dunia sebelum menuju alam akherat kelak. Tekun sesungguhnya dapat dipadankan pada keseriusan dalam menjalankan laku lampah untuk sesuatu tujuan yang sudah direncanakan, keseriusan dengan diberengi kesabaran yang seksama dilakukan setahap-demi setahap tahan atas godaan baik godaan atas  iming-iming sebuah  kedudukan yang lebih tinggi atau godaan dari para pesaing bisnis, atau bahkan godaan yang datangnya dari dalam diri ini yaitu nafsu ingin mendapatkan sesuatu dengan cepat, serba instan ingin cepat sampai kepada tujuan, atau bahkan godaan ini berada pada sekitar kita sendiri, keluarga, anak, istri bagkan godaan juga melekat pada orang tua, misalnya dalam sebuah karir ternyata dibanding-bandingkan dengan tempat kerja kebanyakan orang, inilah itulah, sampai pada masalah materi,dia kok bisa begitu kamu kok tidak bisa, dia bisa seperti itu kok kamu tidak seperti dia. Jika godaan seperti tersebut dapat dilalui sesungguhya langkah selanjutnya adalah menunggu keputusan dari sang Maha Kuasa, karena segala ketusan akhir tentang hasil pekerjaan berada pada penguasa langit dan bumi.
Seteleh Tekun, maka apa maksud dari Teken itu, jikalau anda adalah pendaki gunung maka tongkat dalam rangka penyeimbang pendakian, atau tongkat pendaki untuk membuat langkah kita dalam mendaki tetap tegak lurus tidak terjadi goncangan ataupun terjatuh maka dalam bahasa jawa tongkat adalah teken, atau kalau ada orang tua yang sudah berumur untuk menyeimbangkan langkah supaya tidak terjatuh menggunakan tongkat/teken tersebut. Nah maka dalam filosofi jawa Teken itu adalah untuk menjaga agar langkah setiap manusia tetap lurus, tidak boleh bengkok, tidak boleh melenceng tidak boleh miring kanan tau kiri, artinya setelah memiliki ketekunan yang seksama maka agar ketekunan itu berjalan terus dan tetap istiqamah menjalankannya maka ditopang teken jejeg ajeg, lurus, tanpa goyah tanpa ada menceng/melenceng dari tujuan, teken ini menguatkan atas langkah kedepan, Tekun dan Teken akan menjadikan langkah setiap insan bejalan sesuai dengan aturan Illahiyah untuk sebuah tujuan.
Sebelum memahami pada kata terakhir yaitu Tekan, alangkah baiknya penulis sampaikan terlebih dahulu bahwa, Tekun dan Teken ini sesungguhnya pemaknaan dalam konteks langkah kegiatan mengarah pada sifat positif artinya kedua hal tersebut hanya dapat dilakukan pada perbuatan-perbuatan atau kegiatan yang pada tujuan akhirnya adalah untuk kemaslahatan dan kebaikan, Tekun dan Teken tidak dapat dilakukan untuk yang bersifat perbuatan negatif, contohnya untuk kejahatan maka lakukan dengan tekun dan teken membuat perencanaan dalam rangka berbuat jahat pada orang, maka akan mental/mantul dengan sendirinya atau akan gagal dengan sendirinya silahkan kalau ingin mencoba, he he. Sebab apa demikian karena ruh dari Tekun dan Teken adalah positif tidak bertemu jika negatif.
Maka sebelum pada tingkat akhir dari felosofi jawa yaitu Tekan, sebetulnya dari awal tulisan ini sudah penulis sampaikan bahwa bagaimana perjuagan Nabu Nuh Alaihisalam tekun berdakwah 950 tahun dan tetap tegak/teken tanpa tergoyahkan menyampaikan Nur Illahiyah, begitu juga Tekun dan Tekenya Bandung Bondowoso untuk berusaha membuat 1000 arca, dan Mingke mendampingi istirinya yang berdarah ningrat Belanda sampai pada akhir hayatnya, dan tidak kalah tekun dan tekenya D Artagnan mencari Masketeer semua dilakukan  tanpa goyah teken lurus sesuai ruh positif, oleh karena itu yang perlu kita fahami bahwa ternyata Tekun dan Teken nya seseorang dan bahkan sekaliber Nabi seperti apa yang dilakukan oleh Nabi Nuh AS menandakan  terkait keberhasilan, kesuksesan tercapainya sebuah tujuan  adalah bukan wilayah kita, bukan wewenang kita, tetapi ada yang Maha Kuasa untuk menentukan keberhasilan seseorang, bukankah demikian? Dapatkah kita melihat dan memperhatikan  ada apa yang terjadi besok hari? Dapatkah kita memastikan kapan kita mati? Apakah kita dapat memastikan bahwa kita akan tetap muda umurnya? Atau begini saja tau kah kita apa yang dilakukan di alam kandungan sewaktu dikandung oleh bunda selama sembilan bulan sepuluh hari? Bukankah kita sewaktu dalam kandungan sudah bernyawa? Kenapa kemudian ketika lahir kedunia tidak ingat semua apa yang dilakukan di kandungan? Ada yang bisa menjelaskan dengan rumus matematika? Atau pakailah teori apa rumus apa untuk menjelaskan hal tersebut?
Nah maka dalam bahasan filosofi jawa selanjutnya  sebenarnya tidak jauh berbeda dengan logika tersebut diatas, pasti ada yang Maha Kuasa atas tata surya ini bahkan dengan melihat tata surya dunia dan seisinya gunung yang indah, air terjun, lautan, sungai yang megah, deburan ombah, semilir angin sesungguhnya bagi orang-orang berfikir disitulah  tanda-tanda kebesaranNya, kebesaran sang Pencipta yang tidak dapat dibatasi oleh raung dan waktu, tidak dapat di batasi oleh media, oleh sebab itu Tekan dalam terminologi jawa adalah sampai pada tujuan yang ingin dicapai, sampai pada angan-angan cita pada suatu waktu tertentu, untuk mencapai Tekan ini adalah bukan wewenang kita sebagai manausia, untuk mencapai sebuah tujuan kehidupan itu bukan pada kita manusia yang menentukan, tetapi itu adalah wewenangNYa,  arti sesungguhnya dalah Tekun dan Teken adalah model sebuah usaha kita sebagai manausia dan untuk Tekan untuk sampai pada tujuan ada pada Tuhan Semesta Alam, Nabi Nuh AS berdakwah 950 tahun hasilnya hanya 80 pengikut, Bandung Bondowoso membuat Arca 1000 hasilnya Roro Jonggrang menjadi Arca Keseribu, Dartagnan  membawa surat wasiat hasilnya malah tanpa surat itu dia ketemu dengan Three Masketeer, Mingke yang menikah akhirnya mayat istrinya harus balik ke Nederland.
Maka sebagai penutup Tekun, Teken dan Tekan adalah sebuah budaya adiluhung yang diciptakan oleh leluhur kita berdasarkan laku lampah  ratusan tahun guna memahami akan arti hidup manusia dari mana  asal kita, untuk apa kita diciptakan dan akan kemana setelah ini. Tekun, Teken, Tekan prinsip hidup Jawa, yang tidak untuk membuat lebih tinggi dari yang lain, akan tetapi justru untuk tunduk dan patuh atas perintahNya. Wallahu Alam.