Selasa, 29 Oktober 2024

GUYON DADI LAKON

 

Judul di atas sebetulnya sebuah fragmen sandiwara radio di era tahun 80-an dan penulis waktu itu masih kecil SD dan SMPan, diperankan oleh Peang dan Penjol artis radio dari Banyumas tepatnya Purwokerto tentu saja berlogat ngapak.

Pada masa itu hiburan tidak sejamak seperti sekarang, untuk mendapatkan atau mendengarkan setiap hiburan radio atau taperecorder diperlukan biaya cukup besar harga radio dan tape recorder tidak dianggap murah, dari pada membelinya alangkah baiknya digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer terlebih dahulu, dan ini menjadi ciri sebuah wilayah atau padusunan yang memprioritaskan terpenting dari kebutuhan kurang penting hiburan misalnya gak penting-penting amat, maka orang yang sudah bisa menikmati hiburan berarti dia sudah tercukupi seluruh kebutuhan primer, sekundernya sangat berbeda seperti jaman sekarang lebih suka lapar, dan berteduh tidur dengan tiker daripada tidak exis ya nggak, atau FOMO (Fear Missing Out) jadi tidak jalan dong.

Maka cara paling mudah dan murah adalah nebeng di tetangga yang memilikinya alat tersebut, wah Bahasa nebeng ini bahaya gak yah, tapi nebeng itu memang ada sejak dahulu bahwa sejatinya kita tidak punya, maka numpang/nebeng pada yang punya itu hal biasa, kan cuman ndengerin dari radio, tapi kalau nebeng naik pesawat nah saya tidak paham itu, udah biarkan saja mereka yang lebih paham.

Baiklah kita Kembali pada topik bahwa pentas seni, drama jaman itu masih sedikit, di daerah saya yang paling mahal adalah pertunjukan wayang kulit ini mewah semua tumplek blek penjual pedagang umkm, bahkan sampai penjudi ada perputaran uang di pergelaran wayang semalam suntuk sangat tinggi dan ekonomi warga makin hidup jika selalu diadakan, berbeda dengan sekarang pertunjukan artis salalu dengan membayar mahal, pertunjukan balap motor atau mobil harus membeli tiket, semua yang mendapatkan keuntungan hanya orang-orang berduit, akhirnya kemakmuran hanya berputar pada orang-orang itu saja.