Artinya bahwa
jangan sampai putus hilang bahkan musnah budaya Jawa, dan ternyata sebagian literatur kuno Jawa ada di Belanda, hebat
bukan? Para pemimpin Jawa atau Raja-Raja Jawa tidak terfikirkan untuk
mengkompilasi atau mengumpulkan literatur-literatur kuna untuk disimpan sebagai
arsip kebudayaan Jawa Kuno dan dapat ditularkan kembali ke anak cucu kita,
bagaimana mungkin kalau literatur itu adanya di Eropa sana? Kapan kita bisa
baca-baca meluncur ke Belanda? Oleh sebab itu nguri-uri Budaya Jawa adiluhung
ini adalah tugas kita sebagai insan Jawa yang bangga NKRI sebagai sebuah
kesatuan Nusa Antara = Nuswantara.
Anakku sing bagus dhewe
mbesok pinter sekolahe
yen Wis biso nyambut gawe
kudhu mlaku sak mesthine
Cup menengo ngger anakku
ojo pinter nangis wae
Anakku sing bagus dhewe
mbesok pinter sekolahe
cup menengo ngger anakku
sing tansah tak domo-domo
Dadiyo satrio tomo
Labuh marang nuso bongso
Reff:
Enggal menengo anakku
welaso marang ibumu
didawuhi kudu nggugu
biso gawe mareming atiku
Adoh dununge bapakmu
ngayahi kewajiban luhur
yen wis rampung mesti kondur
nuswantoro subur makmur
mbesok pinter sekolahe
yen Wis biso nyambut gawe
kudhu mlaku sak mesthine
Cup menengo ngger anakku
ojo pinter nangis wae
Anakku sing bagus dhewe
mbesok pinter sekolahe
cup menengo ngger anakku
sing tansah tak domo-domo
Dadiyo satrio tomo
Labuh marang nuso bongso
Reff:
Enggal menengo anakku
welaso marang ibumu
didawuhi kudu nggugu
biso gawe mareming atiku
Adoh dununge bapakmu
ngayahi kewajiban luhur
yen wis rampung mesti kondur
nuswantoro subur makmur
Sungguh hal yang wajar bahkan bukan berlebihan,
ketika seorang Ayah yang bersuku Jawa dan sekaligus Bapak pada anak-anaknya
mengharapkan dengan doa dalam sebait langgam/lagu bernuansa budaya Jawa, tentu
ini bukan musrik atau pengharapan yang berlebihan sehingga mengkultuskan pada
lagu tersebut itu tidak kesana, hanya memang budaya Jawa yang halus itu
memiliki tata krama (aturan budi pekerti) unggah ungguh (aturan main) yang
begitu mumpuni sehingga penuanggannya pun sangat welas asih tanpa pemaksaan
melakukan pendidikan pada anak-anaknya agar kelak dikemudian hari anak-anak
tersebut menjadi berguna bagi nusa dan bangsanya.
Anakku sing bagus dhewe
mbesok pinter sekolahe
yen Wis biso nyambut gawe
kudhu mlaku sak mesthine
Cup menengo ngger anakku
ojo pinter nangis wae
mbesok pinter sekolahe
yen Wis biso nyambut gawe
kudhu mlaku sak mesthine
Cup menengo ngger anakku
ojo pinter nangis wae
Bait pertama ini adalah sebuah optimisme yang ditanamkan pada ananda tanpa ada unsur memaksa tapi dibatasi pada sebuah kepastian yang memang harus ditempuhnya bermula dari kalimat “anakku sing bagus dhewe” ungkapan ini sangat tajam berharap pada sang Khaliq yang artinya bahwa Anakku paling cakep bagus tidak ada yang menyamainya, wajar bukan? Ketika kita mempersepsikan anak adalah yang terbagus versi kita sebagai Bapaknya, karena langgam ini adalah yang dilantunkan oleh Bapak ketika anak menjelang dewasa menuju paripurna.
“Mbesok pinter sekolahe” semoga wahai anakku seketika sekarang
sedang menempuh pendidikan sekolah atau kuliah menjadi anak yang pintar, bukan
saja sebatas teori yang didapatkan tapi bagaimana mempraktekannya dengan
humanis dimasyarakat kelak, sebuah harapan dengan penanaman idealisme pada sang
anak, dan sekali lagi wajar bagi seorang Bapak, agar anak-anaknya menjadi orang
terbaik kelak.
“Yen wis biso nyambut gawe” ini adalah
makna kelanjutan dari proses belajar, cepatlah diselesaikan kuliah, sekolahnya
karena kesempatan untuk nyambut gawe = bekerja itu tidak akan berulang kembali,
artinya kalau sudah lulus dan (Yen wis bisa nyambut gawe ) kalau sudah bisa
bekerja, disini makna bekerja adalah sudah mandiri, mengurus sendiri,
menentukan sendiri, memutuskan sendiri, harus kudhu mlaku sak mestine= berdasarkan aturan-aturan yang benar
sumbernya yaitu aturan Illahiah, tidak boleh melenceng dari “mlaku
sakmestine” aturan hukum yang ada baik aturan pemerintah maupun
aturan Tuhannya.
“cup menengo anakku, ojo pinter nangis wae”
ini cukup penting bahwa berhentilah menangis anakku, jangan hanya pintar
menangis terus, bukan berarti kita paksakan anakku untuk berprestasi, ini simbolisasi
menangis adalah sebetulnya berkaiatan erat denga kesedihan, dan kesulitan dalam
menjalankan kewajiban sebagai murid atau mahasiswa, maka ayah yang sudah
mengalami asam garam akan memberikan solusi jika ada aduan tentang
kesulitan-kesulitan tempat diskusi anak-anaknya, jangan menangis sebelum
mengadu pada Bapakmu, artinya jangan cuman menangis tapi berhentilah menangis
berhentilah untuk segera menyelesaikan kesulitan dengan berdiskusi bersama.
Anakku sing bagus dhewe
mbesok pinter sekolahe
cup menengo ngger anakku
sing tansah tak domo-domo
Dadiyo satrio tomo
Labuh marang nuso bongso
mbesok pinter sekolahe
cup menengo ngger anakku
sing tansah tak domo-domo
Dadiyo satrio tomo
Labuh marang nuso bongso
“sing tansah tak domo-domo” yang selalu Bapak Ibumu
harapkan, didoakan setiap hari berkali kali bagi anak-anaknya nanti setelah mengalami
masa sekolah lulus “dadio satrio utomo” jadilah
pemimpin utama konsep kepemimpinan ini bukan pat gulipat tapi desertai dengan
pengalaman, keahlian di tempat kuliah, dan praktek ketika sudah menjadi
pegawai, ‘labuh marang nusa bongso” berguna bagi Nusa dan Bangsa.
Sangat halus harapan bagi seorang ayah pada anak-anaknya bahwa ukuran
keberhasilan menjadi satrio utomo itu sebetulnya adalah doa doa orang tua agar
berbudi luhur menjadi panutan dalam kepeimimpinan berbangsa kelak. Inilah dasar
utama dalam mengarungi belantara kehidupan artinya persiapan harus sudah
dilakukan menjelang penyelesaian kuliah atau sekolah.
Enggal menengo anakku
welaso marang ibumu
didawuhi kudu nggugu
biso gawe mareming atiku
“enggal
menengo anakku” cepatlah
berhenti dalam kesedihan dan kesulitan anakku, segeralah selesaikan sekolah dan
kuliahmu, “welaso marang ibumu” kasihanilah pada ibumu, tentu saja jika
anak-anaknya menyelesaikan kuliah maka Ayah dan terutama Ibu sangat
berharap sekali, karena bagaimana rasanya Ibumu mengandung dahulu 9 bulan 10
hari, tidur kekiri susah kekanan susah, berjalan berat cepat lelah, ada harapan
dengan selesainya kuliah sama halnya dengan kelegaan Ibumu melahirkanmu dengan
selamat, ini merupakan psikologis seorang Ibu yang memang harus diketahui oleh anak-anaknya dan
wejangan ini Bapakmulah yang menyampaikan “welaso marang ibumu” agar anak-anak
menjadi faham, bagaimana seharusnya bersikap sebagai orang Jawa, bukan bersikap
seperti sikap orang Luar Negeri ( Korea, Jepang dll ) yang mereka tidak pernah
merasakan mengandungmu, “didawuhi kudu
nggugu” ini adalah bahasa yang halus kromo inggil diberikan pada anak-anak,
biasakan seorang Bapak berkromo inggil dalam Jawa, sebuah penghormatan agar
anak-anaknya juga melakukan unggah ungguh sopan santun menghormati yang lebih
tua, sopan pada yang muda, makna dari itu didawuhi kudu nggugu adalah ketika
sebagai anak di nasehati harus melaksanakan nasehat tersebut harus faham, diberikan
pengertian mestinya lebih faham dan ngerti, pada akhirnya akan membuat sang
Ayah sang Bapak merasa lega, atas nasehat nasehat yang telah dilaksankan
anak-anaknya= “bisa gawe mareme atiku” membuat
hati Ayahmu marem tenang dan tentram.
Adoh dununge bapakmu
ngayahi kewajiban luhur
yen wis rampung mesti kondur
nuswantoro subur makmur
ngayahi kewajiban luhur
yen wis rampung mesti kondur
nuswantoro subur makmur
Nah luar biasa kenapa Bapak menginginkan agar
nasehat-nasehat untuk kebaikan itu dilaksanakan? dan akan membuat hati Bapak
menjadi terang dan tentram karena “adoh
dununge bapakmu” = jauhnya tempat ayahmu mencari nafkah, “ngayahi kewajiban luhur” = sebgai
kewajiban ayah mencari nafkah buat keluarganya sehingga agar setiap pekerjaan
yang dilakukan ayahmu tidak terbagi hanya karena memikirkan perbuatan dan
kelakuan yang tidak sesuai aturan anak-anaknya atau tidak menuruti nesehat
ayahmu, konsentrasi ayahmu menjadi buyar dan hal ini akan terkait erat dengan
psikologis Ibumu menjadi semakin lemah secara psikis, maka Bapakmu tidak
menginginkan hal ini terjadi.
“ yen wis
rampung mesti kondur” = kalau sudah selesai mencari nafkah ayah pasti
pulang, lagi lagi ini sebuah bahasa
membahasakan halus buat anak-anaknya kromo inggil kondur, walau kata untuk anak
sendiri sebagai bukti keluhuran Jawa tidak dimiliki oleh bangsa lain, sekaligus melatih
anaknya agar berbuat begitu pada keturunannya kelak.
“
Nuswantara subur makmur “ bahwa kepulangan ayah dari tempat kerja mencari
nafkah adalah cerminan Indonesia atau dahulu terkenal dengan Nusa Antara =
Nuswantara subur makmur, sekaligus memberikan pelajaran bahwa silahkan
anak-anak setelah selesai menamatkan kuliah bertebaranlah ke seluruh Nusantara
, karena subur makmur dan disanalah banyak peluang-peluan untuk berkarya. Wallau alam