Jumat, 13 September 2019

DEBITUR UMI, MANAMBAH ENERGI SYUKURKU PADAMU



Syahdan perjalan ini adalah perjalanan pertamaku untuk menemui seseorang dan bahkan puluhan orang yang aku tidak kenal sama sekali, dari kultur budaya dan kebiasaan mereka, memang aku sudah dua tahun lebih tinggal di kota ini karena sesuatau hal aku bahkan tidak bisa berinteraksi dengan masyarakat di lingkungan kota yang menurutku sangat religius, dikarenakan setiap minggu aku  harus menemui keluargaku di kota lain dan beda provinsi.
Ini adalah kesempatan sangat berharga sebagai obat kerinduanku pada kota yang ku tinggali untuk mengetahui perjalananan sebuah kota menjadi besar dan menjadi ibu kota propinsi yang baru berdiri kurang lebih sebelas tahunan,  tentunya memiliki kelebihan diantara kota-kota lainya di wilayah provinsi ini,  memang masih muda dalam pemerintahan, tapi sangat tua untuk sebuah kota yang dahulunya adalah sebuah Kerajaan maju dengan Bandar Pelabuhan Lautnya terkenal seantero dunia waktu jaman itu.
Ya sebuah kota bandar perdagangan sembagai tempat bersandarnya kapal peredagangan dari negara tertangga, semua perdagangan baik hasil bumi dan rempah tumpah ruah sangat ramai dikunjungi kapal-kapal dagang tentunya akan menambah nilai keekonomian masyarakatnya waktu itu.
Nah pada hari ini dan hari-hari selanjutnya  perjalananku  ini pada setiap semester adalah berkeliling kota tersebut tidak sekedar jalan-jalan karena bukan juga untuk melepaskan penat kerjaan dikantorku, tapi ini adalah tugas yang diamanahkan kepada aku dan teamku di kota ini, hal yang baru bagi team ku dengan berbekal data yang ada dari sebuah aplikasi yang terintegrasi SIKP, aku dan team ku harus mendapatkan sedetil-detilnya tentang program yang telah digulirkan pemerintah sejak tahun 2017 dan menasional  yaitu Progaram Pembiayaan Ultra Mikro (apa itu Ultra Mikro silahkan pembaca dapat melihat  blogku ini dengan judul Pembiayaan Ultra Mikro),  pada awal tahun 2019 dengan adanya tugas baru dan sangat berbeda dengan tugas utama sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara didaerah team ku dibelaki Bimbingan Teknis oleh Kantor Pusatku yang dihadiri oleh seluruh ujung tombak monitoring UMi dari seluruh Indonesia disebuah hotel Kawasan Jalan Muhammad Husni Thamrin atau yang terkenal dengan kawasan Thamrin Ibu Kota Jakarta, senang rasanya bisa berbagi cerita dengan teman-teman dari Aceh sampai Papua, dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote, bahwa kita satu kata satu tujuan jaga serupiah APBN Indonesia.


Perasaanku mulai berkecamuk ketika saat perjalanku telah sampai ke sebuah kawasan penyalur Debitur Umi salah satu Koperasi yang tentunya sebagai pendamping team kami ketika melakukan tugas moniroring dan evaluasi penerima Pembiayaan UMi/Debitur UMi, aku berfikir bahwa ternyata benar apa yang disampaiakan oleh Dr. Muhammad Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia (ditetapkan dalam kongres ke II tahun 1953) dalam bukunya tahun 1971 “Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun” , menurut beliau karena tugas Negara adalah memakmurkan rakyat asas kekeluargaan dan bentuk uang yang paling cocok untuk Indonesia adalah usaha bersama dengan kekeluargaan. Di mana usaha bersama menurut Hatta adalah koperasi. Akupun berkesimpulan bahwa Founding Father kita telah berfikir sedemikian futuristik dalam rangka pengentasan kemiskinan, Koperasi sebagai penggerak Ekonomi Kerakyatan maka Pembiayaan UMi adalah “mesin” penggerak Ekonomi Kerakyatan tersebut di era ekonomi global yang serba digitalsisasi.
Akhirnya sampailah aku dan team beserta pendamping pada salah seorang Debitur yang mendapatkan pembiayaan UMi, aku samarkan nama Debitur ini ya pembaca, sebut saja Ibu Ceu beliau  lahir tahun 1980, lulusan Sekolah Dasar dengan anak dua satu SMP satu Taman Kanak Kanak, Suami Ibu Ceu ini adalah pekerja jual beli barang-barang bekas disekitaran kampungya bahkan sampai ke kota, pembiyaan UMI oleh Ibu Ceu digunakan untuk berdagang keliling kampung gorengan, buras, risoles, tahu isi, bakwan dan lain-lain.
Yang menarikbagiku dan team adalah berjualan mulai pukul 05.30 sampai dengan pukul 08.00 pagi dengan modal sehari Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan hasil penjualan sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) jam kerja hanya dua setengah jam keuntungan kotor sebersar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) dan sudah bertahan usaha Ibu Ceu ini sejak tahun 2010, apalagi dengan adanya  Pembiayaan UMi membuat usahanya terus berlanjut sampai sekarang, bahkan cita-cita utamanya adalah menyekolahkan anak setinggi-tingginya walau kondisi rumah masih sebagian plester dan sebagian keramik, tidak ada plafon, dengan 7(tujuh) penghuni rumah karena adik Bu Ceu beserta Istri dan satu orang anak ikut dalam satu rumah bersama, dua kamar tidur, kloset seadanya (maaf sensor), listrik sebulan hannya membayar lima puluh ribu rupiah!, cukup dan bisa.
Aku pun menerawang kembali ternya benar apa yang aku dapatkan dari berberapa literasi yang ku dapat tentang masyarakat kota ini adalah bekas Bandar Perdangan atau Pelabuhan perdagangan internasional waktu itu, membuat masyarakatknya terbiasa dengan usaha berdagang walau hanya berbekal modal tidak banyak akan tetapi semangat bertahan hidup dan bertahan untuk dapat meraih cita-cita menyekolahkan anak setinggi-tingginya, aku pun teringat akan Paweling Kanjeng Sunan Drajat Sapta Paweling  (tujuh pengingat)  yang disampaikan kembali oleh Sunan Giri kepada Pembesar Adipati Aryo Penangsang ( Cucu dari Raden Patah/Jing Bun Sultan Demak) pada saat berziarah kemakam Sunan Drajat sebelum berangkat Hijrah dengan para Pembesar Jipang Panolang ke Palembang (Negeri Sebrang) menjadi Sultan Disana setelah Adipati Pajang Hadiwidjaya menyerang Jipang Palolang, paweling ke-3 dari tujuh pengingat/Sapto Paweling itu adalah : Laskitaning Subroto tan Nyipta Mring Pringgabayaning Lampah, dalam perjalanan mewujudkan cita-cita tidak peduli dengan segala rintangan yang menghadang.


Peweling inilah kemungkinan besar turun temurun sampai ke Sultan Maulana Hasanudin waktu itu, dan akhirnya masyarakat di wilayahku melakukan Monev UMi ini akan terus menjalankan cita sampai pada tujuan, karen religiusitas merekalah paweling Sultan sampai sekarang mungkin secara tidak langsung mereka terus mempraktekannya, hal ini terpatri pada sepuluhan Debitur UMI dimana aku dan teamku melakukan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Ultra Mikro.
Sampailah pada suatu kesimpulan ku bahwa UMi adalah Motor Penggerak Ekonomi Keraknyatan Koperasi, dengan UMi kamipun bersyukur yang sedalam-dalamnya bahwa kami pun ber empati pada mereka, kami pun merasakan beratnya menjalani hidup mereka, kami pun merasakan nadi perjalanan hidup mereka, dan yang paling utama sembagai insan beragama apapun agama kita, bersyukur atas hari ini adalah sukses pada hari esok, semakin bersyukur maka akan ditambah kenikmatan dari sang Maha Kaya, Pembiayaan UMi adalah salah satu jalan agar kita pandai bersyukur.