Syahdan
perjalan ini adalah perjalanan pertamaku untuk menemui seseorang dan bahkan puluhan
orang yang aku tidak kenal sama sekali, dari kultur budaya dan kebiasaan
mereka, memang aku sudah dua tahun lebih tinggal di kota ini karena sesuatau
hal aku bahkan tidak bisa berinteraksi dengan masyarakat di lingkungan kota
yang menurutku sangat religius, dikarenakan setiap minggu aku harus menemui keluargaku di kota lain dan
beda provinsi.
Ini
adalah kesempatan sangat berharga sebagai obat kerinduanku pada kota yang ku
tinggali untuk mengetahui perjalananan sebuah kota menjadi besar dan menjadi
ibu kota propinsi yang baru berdiri kurang lebih sebelas tahunan, tentunya memiliki kelebihan diantara kota-kota
lainya di wilayah provinsi ini, memang
masih muda dalam pemerintahan, tapi sangat tua untuk sebuah kota yang dahulunya
adalah sebuah Kerajaan maju dengan Bandar Pelabuhan Lautnya terkenal seantero
dunia waktu jaman itu.
Ya
sebuah kota bandar perdagangan sembagai tempat bersandarnya kapal peredagangan
dari negara tertangga, semua perdagangan baik hasil bumi dan rempah tumpah ruah
sangat ramai dikunjungi kapal-kapal dagang tentunya akan menambah nilai
keekonomian masyarakatnya waktu itu.
Nah
pada hari ini dan hari-hari selanjutnya perjalananku
ini pada setiap semester adalah berkeliling
kota tersebut tidak sekedar jalan-jalan karena bukan juga untuk melepaskan
penat kerjaan dikantorku, tapi ini adalah tugas yang diamanahkan kepada aku dan
teamku di kota ini, hal yang baru bagi team ku dengan berbekal data yang ada
dari sebuah aplikasi yang terintegrasi SIKP, aku dan team ku harus mendapatkan
sedetil-detilnya tentang program yang telah digulirkan pemerintah sejak tahun
2017 dan menasional yaitu Progaram
Pembiayaan Ultra Mikro (apa itu Ultra Mikro silahkan pembaca dapat melihat blogku ini dengan judul Pembiayaan Ultra
Mikro), pada awal tahun 2019 dengan
adanya tugas baru dan sangat berbeda dengan tugas utama sebagai Kuasa Bendahara
Umum Negara didaerah team ku dibelaki Bimbingan Teknis oleh Kantor Pusatku yang
dihadiri oleh seluruh ujung tombak monitoring UMi dari seluruh Indonesia
disebuah hotel Kawasan Jalan Muhammad Husni Thamrin atau yang terkenal dengan
kawasan Thamrin Ibu Kota Jakarta, senang rasanya bisa berbagi cerita dengan
teman-teman dari Aceh sampai Papua, dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote, bahwa
kita satu kata satu tujuan jaga serupiah APBN Indonesia.
Perasaanku
mulai berkecamuk ketika saat perjalanku telah sampai ke sebuah kawasan penyalur
Debitur Umi salah satu Koperasi yang tentunya sebagai pendamping team kami
ketika melakukan tugas moniroring dan evaluasi penerima Pembiayaan UMi/Debitur
UMi, aku berfikir bahwa ternyata benar apa yang disampaiakan oleh Dr. Muhammad
Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia (ditetapkan dalam kongres ke II tahun
1953) dalam bukunya tahun 1971 “Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun” ,
menurut beliau karena tugas Negara adalah memakmurkan rakyat asas kekeluargaan
dan bentuk uang yang paling cocok untuk Indonesia adalah usaha bersama dengan
kekeluargaan. Di mana usaha bersama menurut Hatta adalah koperasi. Akupun
berkesimpulan bahwa Founding Father
kita telah berfikir sedemikian futuristik
dalam rangka pengentasan kemiskinan, Koperasi sebagai penggerak Ekonomi
Kerakyatan maka Pembiayaan UMi adalah “mesin” penggerak Ekonomi Kerakyatan
tersebut di era ekonomi global yang serba digitalsisasi.
Akhirnya
sampailah aku dan team beserta pendamping pada salah seorang Debitur yang
mendapatkan pembiayaan UMi, aku samarkan nama Debitur ini ya pembaca, sebut
saja Ibu Ceu beliau lahir tahun 1980,
lulusan Sekolah Dasar dengan anak dua satu SMP satu Taman Kanak Kanak, Suami
Ibu Ceu ini adalah pekerja jual beli barang-barang bekas disekitaran kampungya
bahkan sampai ke kota, pembiyaan UMI oleh Ibu Ceu digunakan untuk berdagang keliling
kampung gorengan, buras, risoles, tahu isi, bakwan dan lain-lain.
Yang
menarikbagiku dan team adalah berjualan mulai pukul 05.30 sampai dengan pukul
08.00 pagi dengan modal sehari Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan hasil
penjualan sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) jam kerja
hanya dua setengah jam keuntungan kotor sebersar Rp. 150.000,- (seratus lima
puluh ribu rupiah) dan sudah bertahan usaha Ibu Ceu ini sejak tahun 2010,
apalagi dengan adanya Pembiayaan UMi
membuat usahanya terus berlanjut sampai sekarang, bahkan cita-cita utamanya
adalah menyekolahkan anak setinggi-tingginya walau kondisi rumah masih sebagian
plester dan sebagian keramik, tidak ada plafon, dengan 7(tujuh) penghuni rumah
karena adik Bu Ceu beserta Istri dan satu orang anak ikut dalam satu rumah
bersama, dua kamar tidur, kloset seadanya (maaf sensor), listrik sebulan hannya
membayar lima puluh ribu rupiah!, cukup dan bisa.
Aku
pun menerawang kembali ternya benar apa yang aku dapatkan dari berberapa
literasi yang ku dapat tentang masyarakat kota ini adalah bekas Bandar
Perdangan atau Pelabuhan perdagangan internasional waktu itu, membuat
masyarakatknya terbiasa dengan usaha berdagang walau hanya berbekal
modal tidak banyak akan tetapi semangat bertahan hidup dan bertahan untuk dapat
meraih cita-cita menyekolahkan anak setinggi-tingginya, aku pun teringat akan
Paweling Kanjeng Sunan Drajat Sapta Paweling (tujuh pengingat) yang disampaikan kembali oleh Sunan Giri
kepada Pembesar Adipati Aryo Penangsang ( Cucu dari Raden Patah/Jing Bun Sultan
Demak) pada saat berziarah kemakam Sunan Drajat sebelum berangkat Hijrah dengan
para Pembesar Jipang Panolang ke Palembang (Negeri Sebrang) menjadi Sultan
Disana setelah Adipati Pajang Hadiwidjaya menyerang Jipang Palolang, paweling
ke-3 dari tujuh pengingat/Sapto Paweling itu adalah : Laskitaning Subroto tan Nyipta
Mring Pringgabayaning Lampah, dalam perjalanan mewujudkan cita-cita tidak peduli
dengan segala rintangan yang menghadang.
Peweling
inilah kemungkinan besar turun temurun sampai ke Sultan Maulana Hasanudin waktu
itu, dan akhirnya masyarakat di wilayahku melakukan Monev UMi ini akan terus
menjalankan cita sampai pada tujuan, karen religiusitas merekalah paweling
Sultan sampai sekarang mungkin secara tidak langsung mereka terus
mempraktekannya, hal ini terpatri pada sepuluhan Debitur UMI dimana aku dan teamku
melakukan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Ultra Mikro.
Sampailah
pada suatu kesimpulan ku bahwa UMi adalah Motor Penggerak Ekonomi Keraknyatan
Koperasi, dengan UMi kamipun bersyukur yang sedalam-dalamnya bahwa kami pun ber
empati pada mereka, kami pun merasakan beratnya menjalani hidup mereka, kami
pun merasakan nadi perjalanan hidup mereka, dan yang paling utama sembagai
insan beragama apapun agama kita, bersyukur atas hari ini adalah sukses pada hari
esok, semakin bersyukur maka akan ditambah kenikmatan dari sang Maha Kaya, Pembiayaan
UMi adalah salah satu jalan agar kita pandai bersyukur.