Rabu, 07 Mei 2014

PENJAJAH ENDHASE IRENG



- Jika memang politik itu adalah kotor, tapi kenapa setiap Negara melakukan pemilu?
- Jika memang politik itu adalah licik, tapi kenapa setiap Negara selalu memelihara kelicikan untuk menguasai Negara lain.
- Jika memang politik itu busuk, tapi kenapa yang busuk itu selalu dipelihara untuk mengimbangi wanginya kamboja.
- Jika memang politik itu sama dengan keserakahan untuk menguasai sesuatu, tapi kenapa yang serakah-serakah itu selalu yang menang.
- Jika politik itu ibarat seperti gadis yang cantik, maka semua laki-laki selalu ingin mendekatkan dengan berbagai cara, licikpun dilakukan.
Memang tidak boleh pegawai negeri berbicara politik? Lah yang menaikan gaji dan atau menyetujui itu adalah para DPR yang nota bene produk politik ! apakah kemudian PNS bisa demo untuk minta gaji naik atau tunjangan naik? Tak bisa kan? Sementara DPR yang bukan dari PNS itu adalah produk politik yang tentunya taka mau gubris masa bodo kek, PNS mau gajinya naik atau tidak itu gak peduli ? terus para PNS mau mengadu kesiapa jika gaji dan tunjangannya tidak naik2 sementara semua rekening para PNS  itu harus dilaporkan di LP2P setiap tahunnya. Wis karepmu lah… arep ngomong apa?
Itulah salah satu obrolan ala warung kopi diseberang sana mengingatkan kembali tentang buku berjudul “TOGOG MENGGUGAT NEGERI MALING” karya Djoko B.
Pun demikian bahwa sebuah dongeng akan menjadi kenyataan jika memang dongeng itu adalah kenyataan itu sendiri, bagaimana tidak sebuah perhelatan lima tahun sekali tercoreng dengan hambur-hamburan uang entah darimana uang-uang itu didapatkan hanya untuk sebuah kursi legeslatif, tapi itulah politik bahwa pengorbanan akan dilakukan untuk eksistensinya sebuah isme tertentu, karena systemnya adalah demokrasi maka ikutilah sampai menghasilkan sebuah demokrasi yang mendewasakan bangsa yang tetap tegakan kibar Sangsaka Merah Putih, Save Indonesia.
“Merdeka 100 %,” Sutan Ibrahim Gelar Datuk Tan Malaka dalam buku Tan Malaka Pergulatan menuju Republik 1897-1925 karya Harry A Poeze.
“ Jika negeri hendak selamat, jika kerajaan hendak sentosa, haruslah pengadilan berderajat tinggi. Hakim-hakim wajib menunjukan sikap kebesaran yang anggun,” Agus Salim di Harian Fadjar Asia, 26 Juni 1928.
Nek sampeyan kabeh pada bingung wis nonton disit kiye ya, ben mudheng gonjang-ganjing Indonesia siki kuwe janjane rebutan apa jajal? Ora usah ethok-ethok ora ngerti, nek wis pada kepenak ya ora pada mudeng apa wis pada sumun bukmun ngumnyun fahum la yar ji’un apa ya.. monggo dinikmati disit
Perhelatan politik Indonesia itu sudah sarat dengan berbagai macam kepentingan, antara nasionalis dan agamis sejak dahulu sudah berlangsung, saling sikut antara partai nasionalis dengan agamis tetap akan terus berlangsung sampai Demokrasi Indonesia semakin dewasa, yang nasionalis tambah faham agama yang agamis tambah faham tentang nasionalisme versi kalangan nasionalis, karena nasionalisme yang terbentuk dalam bingkai Agama sudah memang ada sejak pertama kali Al-Quran diturunkan banyak ayat2 yang membahas tentang bernegara bermsyarakat, bermusyawarah, untuk menciptakan tujuan kemasylahatan umat, apalagi jika merujuk bahwa Islam itu adalah Rahmatan Lil alamin wis pokoke keIslamana seseorang tak perlu diragukan lagi terkait Nasionalismenya, perlu bukti? Siapa Bung Tomo dengan teriakan Allahu Akbar membakar semangat arek-arek Suroboyo mengusir penjajah? Siapa Jenderal Sudirman aktifis Muhammadiyah pernah di Cilacap (kampungku he he) ? dan seabrek pahlawan nasional yang nota bene adalah kalangan pesantren para kyai, bahkan ribuan para santri yang gugur mempertahankan Indonesian dari penjajah dan tidak tertulis dalam sejarah atau tidak disebut sebagai Pahlawan. Jal pada waras mbok?
Dadi kemutan maning ular-ular Ramaku Mbah Botakke anak-anakku, ngesuk apa kapan ana jaman sing disebut jaman irig-irigan sing brojol dudu sing cilik dudu sing alus-alus tapi sing gede-gede, sing gede duwite, sing gede sogokane, sing gede dilatane meng majikane, sing gede umuke, sing gede-gede kuwe sing pada brojol, jajal UN SMP dan SMU 2014 kiye be ana titipan soal susupan, maksude apa kuwe koh? Nek udhu nggo nglomboni para kawula enom faktane di wolak walik, sing bener ora dimunculna kebenerane sing salah kaprah dibener-benerna ben keton mlowes pisan koh, ya mbok? Berani Jujur Hebat, sing penting aja gelem di lomboni nganggo pencitraaan tok. Wani piro ben Barkley hengkang sekang Indonesia hayo, engko tek adol Pulau Nusakambangan ndisit he he.
Aja ngasi penjajah endhase ireng bersekongkol karo penguasa akhire rakyat sing pada tewas, nek kedadean kaya kuwe, ya wis jorna bae penjajah endhase ireng mengko modar dewek.
Akhirya bahwa kekuasaan sesungguhnya ada di tanggan Allah SWT, tingkat keimanan seseorang atau suatu bangsalah yang nantinya menentukan kesuksesan seseorang atau bangsa tersebut, mari kita buka mata buka telinga buka hati bahwa Indenoseia harus segera diselamatkan dari mala bahaya, Save Indonesia. 
Sebagai indikator sebuah kemenangan adalah milik orang-orang ber Iman berikut sebuah Sirah Nabawiyah proses kekalahan telak Heraklius atas pasukan Muslimin :

Al-Walid bin Muslim berkata, Telah berkata kepadaku orang yang langsung mendengar dari Yahya al-Ghassani yang mendengar cerita dari dua orang lelaki dari kaumnya, keduanya berkata, “Ketika Kaum Muslimin turun memasuki Jordania, kami saling berkata sesama kami bahwa Damaskus akan dikepung. Kamipun berangkat berusaha mendapatkan informasi yang sebenarnya. Ketika kami dalam keadaan demikian tiba-tiba datanglah utusan pendeta menyuruh kami untuk menghadapnya, kami segera datang menemuinya. Dia bertanya kepada kami, “Apakah kalian berdua dari warga Arab?” Kami menjawab, “Ya!”
 Kemudian dia bertanya lagi, “Apakah kalian berdua beragama Nasrani?” Kami menjawab, “Ya!” Dia berkata, “Hendaklah salah seorang dari kalian pergi mencari informasi mengenai kaum muslimin dan lihat bagaimana kondisi mereka? Sementara yang lainnya hendaklah bersiap-siap menjaga harta saudaranya.” Salah seorang dari kami masuk mengintai. Tak berapa lama dia kembali kepada pendeta memberitahukan apa yang dilihatnya sambil berkata, “Aku datang membawa berita kepadamu tentang suatu kaum yang lembut. Mereka mengendarai kuda yang telah tua dan lemah, pada malam hari mereka laksana rahib-rahib ahli ibadah dan di siang hari mereka adalah penunggang kuda yang tangguh. Mereka sibuk memperbaiki anak panah dan meruncingkan tombak. Jika engkau mengajak teman dudukmu untuk berbicara maka ia tidak akan paham apa yang engkau katakan disebabkan riuh-rendahnya suara mereka membaca al-Qur’an dan berdzikir.”

Setelah itu sang pendeta berkata kepada para sahabatnya, “Telah datang kepada kalian suatu kaum yang tak mungkin dapat kalian kalahkan.”Ahmad bin Marwan al-Maliki meriwayatkan dalamal-Mujalasah, dia berkata, Telah berkata kepada kami Abu Ismail at-Tirmizi, dia berkata, Telah berkata kepada kami Abu Muawiyah bin Amru dari Abu Ishaq, dia berkata, “Tidak satupun musuh yang dapat duduk tegar di atas untanya ketika berhadapan dengan para sahabat Nabi. Ketika berada di Anthakiyah, Heraklius bertanya kepada para pasukan Romawi yang kalah perang, “Celakalah kalian, beritahukan kepadaku tentang musuh yang kalian perangi. Bukankah mereka manusia seperti kalian juga?”Mereka menjawab, “Ya!” Heraklius kembali bertanya, “Apakah jumlah kalian lebih banyak daripada jumlah mereka atau sebaliknya?” Mereka menjawab, “Jumlah kami lebih banyak berlipat ganda dari jumlah mereka di setiap tempat.” Heraklius bertanya lagi, “Jadi kenapa kalian kalah?”
Maka salah seorang yang dituakan dari mereka menjawab, “Kami kalah disebabkan mereka shalat di malam hari, berpuasa di siang hari, mereka menepati janji, mengajak kepada perbuatan ma’ruf mencegah dari perbuatan mungkar dan saling jujur sesama mereka. Sementara kita gemar meminum khamr, berzina, mengerjakan segala yang haram, menyalahi janji, menjarah harta, berbuat kezhaliman, menyuruh kepada kemungkaran, melarang dari apa-apa yang diridhai Allah dan kita selalu berbuat kerusakan di bumi.”Mendengar jawaban itu Heraklius berkata, “Engkau telah berkata benar.
Bagaimana? Semoga kita menjadi faham bahwa kemenangan diberikan pada orang dan bangsa yang memahami atas eksistensi Tuhannya. Wallahu Alam




Metro Lampung, Mei 2014