Jumat, 06 Mei 2011

ORA UDAN WIS LUNYU ORA DANDAN WIS AYU

Ini adalah sebait pari’an dalam kaedah kebudayaan Jawa, pari’an ini sudah hilang didengar atau bahkan hampir punah di telah oleh istilah-istilah moderniasasi yang terkadang malah tidak ada makna yang tersirat atau cenderung pada hampa tanpa makna.
Di masa perjuangan arek-arek Suroboyo mempertahankan Indonesia siapa yang tidak kenal dengan pari’an :
Pagupon Umahe Dara…
Tinimbang Nippon aluwung Sara’
Pari’an ini popular dalam rangka merebut kembali Indonesia dari pada kembali lagi pada Jepun, ternyata ampuh untuk membakar para penonton ludruk waktu itu untuk memberikan pesan-pesan secara tersirat akan arti sebuah kemerdekaan bebas dari kungkukangan penjajah dan menentukan nasib sendiri…
Tidak ada ketersinggungan bahkan samar menyindir orang tertentu, tapi ampuh membunuh lawan, pari’an-pari’an seperti tersebut di atas pada era delapan puluhan masih nyaring dan menjadi mainan anak-anak di sebagian besar tatar jawa, tidak ada kegaduhan yang terjadi bahkan hiburan sarat makna membangun karakter bangsa Indonesia samapai membangun karakter diplomasi kita dengan julukan Bebas Aktif ( bingung kan… sekedar analisa Bebas Aktif politik Luar Negeri kita tidak terlepas dari kultur Jawa silahkan dicerna sendiri, dan ditafsirkan).
Maka konteks pari’an di jawa, berbalas pantun di tatar Melayu Riau (dengan Gurindam Dua Belasnya) adalah kesepadannya dalam berinteraksi masyarakat dengan maksud tidak untuk saling menyinggung dan tidak untuk menyakiti atau sakit hati, tapi membangun dengan lemah lembut melalui berbalas pantun atau Pari’an, lebih mengena.
Tengoklah akhir-akhir ini :
Media masa televis, koran, radio, berita-berita online, internet, masih adakah liputan khas gaya tahun 1945? Atau gaya Indonesia? Atau gaya pari’an ludrug dan gaya pantun ? Semua adalah plagiat Media Luar Negari…
Ketika ada seseroang pablik figur yang salah, padahal belum terbukti bahwa dia salah, belum masuk delik bersalah, bukti-bukti belum dikumpulkan.. bagaimana sikap media kita ?
Babat habis dengan alas an keterbukaan, menghardik, mencaci dimaki, inilah itulah, seolah-olah dia TIDAK PERNAH BERBUAT SALAH,
Media ini adalah media keturunannya Abdullah Bin Saba bin Salul, dia hidup dimasa Rasulullah dan dimasa Khulafaur Rasyidin, dia lah yang membuat pecahnya Islam jadi Syiah Sunni, dial ah yang membuat saling bunuh pasukan Aisyah Ra. dan Pasukan Ali Ra…
Para pengikut ABdulallah bin Salul ini buannyaaaaakkkk.

“Kejelekan yang diorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak diorganisir,” kata Khalifah Ali Bin Abi Thalib.

Media seperti itu adalah bukan karakter Indonesia. Yang halus andap asor, guyup rukun, semedulur,
BECIK KETITIK OLO KETORO, Nah lo… maka wajar pari’an pun ada masa-masanya…
Karne menggugah hati yang mendengarkan, untuk menyentuh ruh manusia, untuk menyentil manusia yang suka usil, untuk memperingatkan manusia yang makin lupa ingatan..

Nah..
Rawe-rawe rantas malang-malang putung…
Penerapannya sangat berbeda jika dilihat konteks sekarang, ketika jaman kemerdekaan populerlah itu untuk memberikan semangat…

Tapi di jaman yang tentram begini, tidak bisa diterapkan
contoh :
rawe rawe rantas malang-malang putung kita pertahankan rumah dinas ini sampai kapanpun… ya kagak bisa lha itu bukan rumah kita …
Rawe-rawe rantas malang-malang putung kita duduki Bandara Sukarno Hatta karena ini tanah emak gue dulu… ya kagak bisa….
Rawe-rawe rantas malang-malang putung,,,, kita bangun rumah di sekitar monas, ini tanah buyut gue dulu… ya kagak iso..

Maka:
Ura Udan wis Lunyu, ORa dandan Wis ayu…
adalah sebuah rayuan maha dahsyat kepada lawan jenis karena tidak mampu membelikan alat kosmetik….!!!!!!

Bukan begitu Saudara…
Tapi bolehlah anda kirimkan SMS ke Istri…. Apa komentar dia… kalau positif berarti rayuan anda manjur, kalau negative, berarti alat kosmetik sudah habis….

Mari kita ambil Ibrah/pelajaran dari Firman Allah SWT:
Yaa bunayaa la tusriq billah : wahai anakku janganlah engkau menyekutukan TuhanMu..
Wamurbilma’ruf : berbuat baiklah, wayan hauna anil fa’sa I wal mungkar : jauhilah perbuatan keji dan mungkar… Indah bukan, tida ada olok-olok disini, tidak ada caci maki disini, yang ada adalah kelembutan, kehalusan, tanpa ada paksaan.

Maka Konteks :
Ora Udan WIs Lunyu, Ora dandan Wis Ayu : adalah kelemah lembutan dalam membina pasangan guna mencapai mawadah wa rahmah… disamping juga ngirit untuk tidak boros membelikan alat-alat kosmetik yang berhamburan tanpa dapat dipertanggung jawabkan bahan yang di pakai halal atau haram.
Wallau alam.