Sabtu, 28 September 2013

Barter Cinta

             Cinta itu sesungguhnya bukan hal yang bisa disepelekan, karena sejak dunia ini lahir sesungguhnya lahir pula apa itu cinta. Artinya bahwa sebuah kehidupan tanpa ada cinta maka tidak sepurna kehidupan itu, bahkan cenderung gersang, keras, tanpa ada kelembutan atau bahkan sampai pada tinggkatan bahwa kehidupan hakiki sesungguhnya adalah cinta itu sendiri.
            Berpulang dari definisi cinta bahwa saling memiliki, kasih sayang, saling pengerten atau pengertian saling bantu meringankan, memberikan solusi, saling memahami, adalah merupakan unsur-unsur agar cinta tetap bersemi, tentu saja sebuah cinta tak ada harganya jika hanya diukur dengan pemberian materi, karena jika ukurannya adalah materi maka sangatlah dangkal dan ringan. Semisal adalah ketika kasus  korupsi mencuat akhir2 ini ada kalangan oknum jenderal polisi, ada kalangan anggota dewan, pengusaha, artis semua ternyata awal nya adalah cinta pada sebuah materi yang akhirnya berujung pada bui, apa arti sebuah cinta kalau kemudian ternyata pembelian honda jazz dari hasil korupsi? apa arti sebuah cinta kalau ternyata pembelian rumah-rumah mewah, tanah ber hektar-hektar, tapi ternyata ujungnya adalah masuk bui? Manisnya sebuah cinta tak bisa diukur dengan banyaknya materi yang telah didapat, indahnaya cinta  tidak bisa dibarter dengan sekeping uang logam, atau satu kardus mi kuah, atau satu hektar tanah sekalipun.
           Hanya karena cinta Bandung Bondowoso malahan mengkutuk yang dicintainya menjadi patung, apakah arti sesunguhnya dari cinta itu?
           Dikarenakan cinta itu tidak bisa dibarter, maka ketika Rasulallah Muhammad SAW ditawari kemewahan dunia wanita dan kedudukan dalam sebuah kerajaan sekaligus menjadi raja, asalkan mau membarter aqidahnya dengan aqidah kafir qurais, hari ini kami menyembah tuhanmu dan besok kamu menyembah tuhan kami begitu kira-kira tawaran ini untuk diganti dengan kemewahan dunia kepada baginda Rasulullah.
         

Rabu, 18 September 2013

Termometer cinta

Sepertinya menjadi aneh apa hubungan antara cinta dan termometer, ini bukan lagi mengikuti tren baru penyataan kata dengan kata yg lain agar lebih keren,  terkesan modern bahkan bukan modernnya yg didapat tapi kekurang fahaman si pembuat pernyataan dalam penyatuan kosa kata tersebut akhirnya menjadi rancu, ya labil ekonomi begitulah he he.    
       Sesunghuhnya ini adalah suatu alat ukur untuk mengatahui kondisi suhu tubuh seseorang ketika demam tak kunjung reda, maka termometerlah alat yang tepat, tapi sebuah alat ukur ini jika disambungkan dalam gabungan kata akan menimbulkan arti tersendiri dalam pemaknaan yang lebih baik atau malah rancu gak jelas,  anehnya justru yang rancu menjadi terkenak seperti saat ini. Saya bukan guru bahasa Indonesia, jadi mari kita tilik kembali termometer cinta sebuah penggabungan dua kata untuk melihat mengukur seberapa besarnya cinta, seberapa dalamnya cinta atau bahkan seberapa luasnya cinta.
       Berbicara cinta, keris empu gandring dalam cerita lokal kerajaan jawa dahulu, bisa membunuh pembuatnya Empu Gandring dia sendiri, bisa membunuh lawannya, dan akhirnya membunuh si pemilik keris tersebut yaitu Ken Arok lantaran cintanya pada Ken Dedes, sehingga cinta itu ternyata membutakan yang jelas-jelas nyata dan membuat nyata yang jelas-jelas buta, oleh karenanya termometer cinta itu adalah untuk mengukur berapa derajat cinta seseorang pada sesuatu, tidak hanya cinta pada lawan jenis saja.
      Bagaimana tidak, cinta ini meraung kencang ketika berhubungan dengan hak pribadi seseorang, tetepi cinta ini drajat celciusnya menjadi kecil manakala tidak terkait dengan kepentingan pribadinya.
     Pada suatu kesempatan ketika Rasulullah Muhammad SAW mencanangkan hijrah ke Madinah,  maka Rasul bersabda " innamal amalu binniyat..." ada kaedah cinta yang memamg terjadi terjadi dalam prosesi hijrah ini, siapa yang hijrahnya kerena cinta Allah dan Rasul maka dapatlah Allah dan Rasulnya, ternyata ada seorang pemuda yang hijrahnya karena kecintaan pada seorang wanita maka dapatlah wanita itu.
      Disinilah termometer cinta berlaku ukuran derajat celsius cinta kepada Allah adalah yang tertinggi, baru Rasul dan kemudian orang2 beriman. Maka kemudian ketika cinta terukur dengan celcius yg rendah berarti telah mulai dingin diumur yanh semakin senja, maka yang harus segera dievaluasi adalah diri kita dan yg harus segera direvisi adalah termometernya, fisik seseorang pasti trus berubah dari waktu kewaktu, sehingga agar termometer itu tetap memancarkan cinta dengan derajat celcius tinggi, bersepakatlah bahwa termoternya segera diganti dg termometer seumuran dg fisik kita, yang sering terjadi dan menggejala di kehidupan hedonis adalah mengganti termometer yg masih baru, padahal fisik sudah tak sanggup lagi.
      Sepertinya akan menjadi hambar bahwa cinta berbalut termometer itu hanya sebatas ukuran celcius saja.
      Sebuah cinta akan menjadi langgeng sampai kemudian hari adalah diperlukan kesepakatan, kapan kita akan mengganti termometer yang seumuran dengan kita dan pasangan, karena cinta bukan sekedar ucapan tapi cinta bisa terukur, sehingga cnta hakiki adalah milik Illahi Rabbi. Wallahu alam

Senin, 16 September 2013

Menangis bukan karena bersedih

Secara naluri bahwa menangis adalah manifestasi sebuah kesedihan yang amat dalam bagi manusia, tapi dalam prosesi menangis itu dibutuhkan niat yang kuat atau bahkan peningkatan adrenalin dari hari-hari biasanya. Sugguhpun demikian  bahwa mereka yang biasa menangis itu ternyata konon lebih stabil emosinya jika menghadapi suatu hal yang sangat berat. Maka seandainya dalam hidup ini tidak terdapat suara tangisan sepertinya dunia ini menjadi tak berirama, tapi tangisan itu akan menjadi harmoni tersendiri jika alunan irama kehidupan pun bergelayut menampakan kegembiraan atau kesedihan atau kesengsaraan atau kemiskinan atau keserakahan atau kemunafikan atau keberingasan atau juga kasih sayang kelemahlembutan rayuan, pujian, pengharapan keindahan, kesuksesan, semua ini adalah beberapa hal yang dominan membuat orang menangis.
     Ada yang menarik dalam pembicaraan menangis ini, yaitu"menagis bukan karena bersedih" sangat kontradiktif bukan?
     Sebab secara umum bahwa tangisan itu awalnya adalah sebuah kesedihan ini menangis bukan karena bersedih pastilah sangat menarik untuk dibahas, apalagi di perkembangan jaman sekarang yang "berbeda" itu menjadi daya tarik tetsendiri, atau memang masyarakat kita sudah semakin cerdas, yang nyleneh menjadi tren di media. Contohnya jelas-jelas seseorang itu tidak ada bukti melakukan kesalahan yang mengarah kepada yang bersangkutan kok dijeblosin penjara. Orang yang jelas kasat mata melakukan kesalahan sesuai bukti hukum, tidak diapa2kan, menunggu pengadilan akherat kali ya.
    Atau sebuah nyawa manusia pada hari ini sudah tidak ada harganya sama sekali, belum terbukti bahwa dia melakukan kejahatan, langsung dibunuh, padahal baru terduga, apakah tidak sudah tidak ada airmatanya, melihat hal seperti ini terus terjadi? Bagaimana jika hal tersebut menimpa dirinya atau sanak familinya adakah rasa tangisnya akan membuncah?
Jadi teringat Mr. Kasman Singodimejo mantan jaksa, atau Hugeng mantan kapolri, atau ingat Baharudin Lopa mantan jaksa agung, semua yg diatas tak akan terjadi jika penegak hukum bertiga di atas masih hidup. Saya jadi berfikiran jelek, apakah terbunuhnya seorang yg "terduga" bla bla terkait dengan sebuah "proyek" satu orang mati terduga dapat hibah milyaran dollar misalnya, tapi apakah tidak ingat bahwa perbuatan di dunia akandi balas di akherat kelak? Atau memang sudah tak ada airmata untuk dikeluarkan karena melihat dollar milyaran? Maka menangis bukan karena bersedih menjadi relefan untuk selalu dibahas, bahwa sesungguhnya hidup ini cuman tinggal menunggu di absen balik ke pemiliknya, bahwa hidup ini sekedar mampir untuk minum, menaruh kembali gelasnya pada tempat yang benar, lalu silahkan antri tunggu giliran pemanghilan yang setiap manusia tidak tahu kapan dipanggilnya.
       Oleh karenanya menangis bukan karena bersedih menjadi pemicu di dunia ini, sudah kah kita mempersiapkan bekal sebelum diabsen masuk ke kelas berikutnya? Jangan sampai rapot kita diterima dengan tangan kiri, tangankanan terikat erat tak berdaya, alangkah sedihnya kita jika kemudiansepanjang hidup ini tangan kanan tetikat tak berdaya unt menerima rapot kehidupan, artinya menangis bukan karena bersedih menjadi mutlak kita fahami bahwa di balik kehidupan dunia, masih ada kehidupan atau kelas lain yg harus kita ikuti, sanggupkah? Wallahu alam.