Jumat, 18 Oktober 2013

Bambu Runcing Tetaplah Runcing



Eforia sebuah kemenangan bisa menjadi gegap gembita dan berjalan sedemikian rupa sampai pada tingkatan bahwa kemenangan sejatinya bisa dibuat dan bisa diciptakan manakala serius menangani sebuah perhelatan atau iven tertentu. Tapi hal ini akan menjadi sirna tanpa hasil untuk sebuah kemenangan jika ternyata pesimisme sudah bergelayut dipelupuk mata atau di dada ini, patut dipertimbangkan dan ditanamkan kepada para prajurit atau skuod atau sekelompok pemain atau partai sekalipun bahwa kemenangan ini juga sebetulnya adalah tidak hanya konsumsi hati, tapi juga konsumsi pikiran perasaan dalam wilayah psikologi, langkah utama adalah meng-optimisme-kan sehingga kemenangan itu ibarat sesuatu yang mudah untuk didapatkan.
Maka kemudian ketika pertarungan Bambu Runcing dan Gingseng ( Indonesia vs Korea ) sebetulnya mudah untuk mengaduk-aduk pola pikir masyarakat bahwa Bambu Runcing itu dahsyat dibanding Gingseng, bambu itu kuat tajam dan runcing lagi, maka skuad Merah Putih bisa diberikan semangat seperti ketika perang gerilya jaman Panglima Besar Jendral Sudirman, tidak memiliki fasilitas apa-apa tapi bisa menggentarkan penjajajah, begitu juga skuad-skuad kita yang lain bahwa sejak dahalu Indonesia itu sudah terbiasa dengan tidak memiliki fasilitas tetapi semangat untuk menegakan Merah Putih tertanam begitu erat dalam pikiran psikologi masyarakat. Maka kemudian tulisan saya di blog ini  dengan judul “Dondong Opo Salak” sebetulnya hanya menjadi stimulan untuk fokus bahwa Merah Putih harus tetap tegak dengan kondisi apapun.
Sesungguhnya ada yang menarik dalam konteks ke-Indonesiaan kita dari waktu ke waktu, dimana sebuah perjalanan negara ini sebetulnya menjadi lebih maju dari jaman pertama kali kita merdeka, walau kemudian kemajuan tidak hanya diukur dari berjejernya gedung-gedung bertingkat di perkotaan, tetapi sesungguhnya kemajuan itu juga terletak pada bagaimana pola pikir masyarakat  sudah semakin cerdas semakin pintar menganalisa semakin pintar berkarya, ini adalah point terpenting dalam perhelatan ke depan memandang Indonesia, mari kita lihat murid-murid Taman Kanak-Kanak di jaman sekarang mereka diajarkan untuk berkompetensi disegala bidang, disetiap lomba mereka lakukan dengan semangat  bahwa saya harus juara, walaupun dia sesungguhnya tidak tau juara berapa, yang penting dapat piala dari sekolahnya dan tertulis Juara I lomba bla bla bla, dan piala tersebut dibawa pulang.
Ketika ditanya juara berapa nak tadi lombanya pasti jawab Juara Satu tuh pialanya, he he he, menarik buat saya pribadi tentang hal ini, si anak tidak tau bahwa sesungguhnya dia juara atau tidak juara dalam lomba tersebut, atau anak sengaja untuk tidak diberitahu kreteria juara itu seperti apa yang penting juara titik. Padahal sesungguhnya guru TK tersebut menawarkan kepada orang tua murid yang mengikuti lomba, Ibu-Ibu mau buat piala juara berapa? Kalau juara satu segini, juara dua selisihnya hanya segini, maka ibu-ibu orang tua murid pun bagai paduan suara kompak juara satu saja buguru, gubrak..... jadi semua anak TK itu Juara Satu semua, satu sekolah hebat kan.
Yang menarik disini adalah anak-anak TK tersebut sudah diajarkan untuk menjadi juara, mental pemenang sudah diajarkan, pokoknya juara, yang lebih menarik sekali ternyata disini ada unsur bisnis bagi guru-guru TK tersebut, bayangkan satu piala untung Rp. 25.000,- kali 100 murid berapa bro 2.500.000, untuk setiap perlombaan, kalau dalam satu bulan ada 5 perlombaan maka 5 kali 2.500.000 berapa tuh 12.500.000, dahsyat guru-guru TK ini.....
Saya pun mesem-mesem ketika istri saya bercerita sambil senyum-senyum  bahwa Ade (panggilan untuk anak saya yang ke 7) ikut lomba menendang bola masukin ke gawang kecil, dari 5 bola hanya masuk gawang 2 kok juara 1 pialanya besar pula, ya realnya juara harapan 1, seperti yang saya utarakan tadi diatas, materi yang dilombakan bagus menendang bola masukan ke gawang karena ini mencoba melatih motorik anak yang masih belum berumur 7 tahun agar menimbulkan konsentrasi, ternyata anak2 seumuran anak saya tersebut memang belum sinkron antara motorik dan kemauan otak, kemudian melatih juga untuk konsentrasi anak terhadap sesuatu, hasilnya anak2 ini belum bisa berkonsentrasi belum bisa fokus lebih cenderung konsentrasi pada permaianan saja, nanti kita bahas deh.
Kembali kepersoalan tadi, bahwa memang mental juara itu harus ditanamkan sedini mungkin pada anak2 balita, terlepas disini ada unsur bisnis piala,  untuk sementara kita biarkan saja dulu, tapi visi TK ini jelas bahwa menciptakan anak menjadi juara, berani bertanding sedini mungkin, berani bersaing sedini mungkin, berani menunjukan kemampuan masing2 walau hanya menendang bola, ini hal yang positif dalam kancah ke-Indonesiaan kita. Maka kami sepakat saya, Istri saya dan kakak2nya ade, ciptakan psikologis bahwa Ade juara, Adek pintar, Ade Pemenang, Ade berani bertanding, Ade mandiri, Ade kuat, di rumahpun berjejer piala juara satu semua, walau ternyata Ade ini selalu kalau mau berangkat sekolah dibangunin susahnya minta ampun, setengah lapan baru bangun , sholat subuh cuci muka doang di wastafel, sekali lagi inilah ke-Indonesiaan kita yang patut kita banggakan untuk meraih masa depan penuh ceria.
Sehingga Bumbu Runcing ini akan tetap runcing, walau ada usaha-usaha menumpulkannya secara seistematis, SaveIndonesia.

Batam, 13 Dzulhijjah 1434 H.