Jumat, 30 September 2011
Lingkaran
Memperhatikan sebuah kaitan indah berpadu menjadi satu dengan bersambungnya sebuah garis tanpa ada ujung membentuk bulatan yang kita kenal dengan lingkaran.
Ketika kita mulai menapaki hidup ini sebetulnya adalah sedang menyambung nyambung sebuah potongan-potongan untuk membentuk sebuah lingkaran kehidupan seorang manusia, walau kadang ada juga prosesi untuk membentuk lingkaran yang sempurna itu banyak terjadi berbagai cobaan.
Kadang kita berfikir bahwa sudah cukuplah kita membentangkan garis untuk membentuk lingkaran bulat, sejatinya adalah bahwa ternyata kita hanya membuat setitik noktah kehidupan yang bisa dikatakan baru titik kehidupan di dalam sebuah linkaran hingar bingar bunderan besar kehidupan.
Lingkaran ini bukan dalam arti yang sesungguhnya, akan tetapi sebuah gambaran tentang mengelola kehidupan dalam tataran lingkungan keluarga dimana kita berada sekarang, bahkan ternyata ketika kita belum berkeluargapun garis-garis tipis lingkaran telah dibuat atau bahkan sudah terberntuk tapi belum sempurna ujud lingkaran tersebut oleh Bapak kita atau oleh mbah-mbah kita terdahulu.
(FOTO INI ADALAH LINGKARAN AWAL)
Bahwa kemudian ternyata bentukan lingkaran ini memakan waktu cukup lama dan entah kapan mencapai sempurna, bahkan mungkin sampai kita meninggalkan dunia lingkaran tersebut belum terbentuk juga, yang terpenting bukan kapan lingkaran itu jadi, tapi bagaimana usaha kita agar jalan untuk membentuk lingkaran atau cara untuk membuat lingkaran menjadi sempurna telah kita wujudkan, walau dengan sisa umur yang ada.
Aisah,RA cemburu luar biasa kepada baginda Rasulullah SAW, kenapa? karena setiap ada sedikit kelebihan makanan selalu Rasul menyuruh Aisah RA untuk membagikan kepada teman-teman Almarhum Khadijah RA., ternyata inilah sebetulnya Tauladan yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa membentuk lingkaran komunitas keluarga (yang jelas keluarga bani Hasyim telah sempurna) tidak akan putus walau salah seorang dari unsur penyambung lingkaran itu telah tiada. Contoh yang Excelence...
Maka dalam riwayat Hadish disebutkan bahwa : "jalinlah silaturahmi (lingkaran) kekeluargaan kepada teman-teman Orang tua kita" tujuannya adalah agar kita bisa mengingatkan akan kebaikan teman2 orang tua kita kepada keluarga kita... wow sebuah lingkaran baru harus dibentuk.
Nah, biarlah mungkin orang tua kita buta huruf, biarlah mungkin orang tua kita tidak taat ibadah, biarlah mungkin orang tua kita kejawen, biarlah mungkin orang tua kita dulu pernah berbuat musrik, biarlah mungkin orang tua kita atau bapak kita maaf pernah makan daging anjing dll, tapi yakinlah bahwa itu dalam bingkai bisa dimaafkan, jika memang beliau2 ini belum faham hukum fiqih.
Indah bukan,
Artinya lingkaran harus tetap jalan walau ada setitik noktah hitam pekat, memang akan berhenti sejenak (ada judul tulisan saya tentang berhenti sejenak) tapi tidak untuk selamanya, alur lingkaran harus tetap dibentuk, walau umur sudah semakin udzur...
Bahkan semakin udzur umur justru semakin dewasa dalam membuat jaringan lingkaran, guna mewujudkan tingkat nilai tertinggi dalam bingkai hadist Rasullah Muhammada SAW tersebut di atas.
Maka, dalam koridor ini tidak berlebihan jika saya harus mengucapkan/meminta dengan segala kerendahan hati saya sebagai anak, saya sebagai bapak, saya sebagai cucu, saya sebagai kakak, saya sebagai menantu, saya sebagai kepala keluarga memohon maaf sebesar-besarnya ternyata saya tidak cukup mampu untuk menyambung lingkaran-lingkaran kekeluargaan ini, entah kapan selesainya..... tapi saya tetap yakin alur lingkaran ini sudah saya buat walau baru arsiran-arsiran tipis bening sebening embun suci bersih. Maafkan saya Ibu (Ibu Cilacap dan Ibu Kebumen). Wallahu 'Alam.
SEMANGAT DI HARI IBU.
BATAM 26 DES 2011
MENJELANG MAGHRIB.
Selasa, 13 September 2011
Puisi Taufik Ismail
Kerendahan Hati
Oleh: Taufik Ismail
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik, yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadi saja rumput, tetapi rumput
yang memperkuat tanggul pinggiran jalan.
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
Tidaklah semua menjadi kapten
tentu ada awak kapalnya....
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu....
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
Palestina, Bagaimana Bisa Aku melupakanmu (karya Taufik Ismail)
Ketika rumahmu diruntuhkan buldozer dengan suara-suara gemuruh
menderu, serasa pasir dan batu bata di dinding kamar tidurku
bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan
mengepulkan debu yang berdarah
Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonan apelmu dilipat-lipat
sebesar sapu tangan lalu Tel Aviv dimasukkan dalam fail
lemari kantor agraria, serasa pohon kelapa dan kebun manggaku di kawasan
katulistiwa yang dirampas mereka
Ketika kiblat pertama gerek dan kerecaki bagai kelakuan reptilia bawah
tanah dan sepatu-sepatu serdadu menginjak tumpuan kening kita
semua, serasa runtuh lantai papan surau tempat aku waktu kecil
belajar tajwid Al Qur’an 40 tahun silam di bawahnya ada kolam ikan
yang air gunungnya bening kebiru-biruan kini ditetesi
air mataku
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu,
Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun bilangan umur mereka,
menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma, lalu dipatahi
pergelangan tangan dan lengannya, siapakah yang tak menjerit serasa
anak-anak kami Indonesia jua yang didzalimi mereka– tapi saksikan
tulang mida mereka yang patah akan bertaut dan mengulurkan
rantai amat panjangnya, pembelit leher mereka, penyeret
tubuh si zalim ke neraka
Ketika kusimak puisi-puisi Fadwa Tuqan Samir Al-Qassem, Harun Hashim,
Jabra Ibrahim Jabra, Nizar Qabbani dan seterusnya yang
dibacakan di Pusat Kesenian Jakarta, Jantung kami semua berdegup
dua kali lebih gencar Lalu tersayat oleh sembilu bambu deritamu,
darah kami pun memancar ke atas lalu menuliskan guratan kaligrafi…
”Allahu Akbar!”
Dan “Bebaskan Palestina!”
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu,
Ketika pabrik tak bernama 1000 ton sepakan memproduksi dusta
menebarkannya ke media cetak dan elektronika, mengoyaki
tenda-tenda pengungsi ke padangpasir belantara,
membangkangi resolusi-reolusi majelis-majelis terhormat di dunia
membantai di Shabra dan Shatila, mengintai Yaseer Arafat
dan semua pejuang negeri Anda, Aku pun
berseru kepada khatib Dan imam shalat Jum’at sedunia: doakan
kolektif dengan kuat seluruh dan setiap pejuang yang
menapak di jalan-Nya yang ditembaki dan kini dalam penjara
lalu dengan kukuh kita bacalah
“Laa quuwwata illa bi-llah!”
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu
Tanahku jauh, bila diukur kilometer, jumlahnya beribu-ribu,
Tapi adzan masjid Aqsha yang merdu
Serasa terdengar di telingaku
1989
Rabu, 07 September 2011
PUISI PUISI CHARIL ANWAR
DOA (13 November 1943)
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
AKU BERADA KEMBALI (1949)
Aku berada kembali. Banyak yang asing:
air mengalir tukar warna,kapal kapal,
elang-elang
serta mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;
rasa laut telah berubah dan kupunya wajah
juga disinari matari lain.
Hanya
Kelengangan tinggal tetap saja.
Lebih lengang aku di kelok-kelok jalan;
lebih lengang pula ketika berada antara
yang mengharap dan yang melepas.
Telinga kiri masih terpaling
ditarik gelisah yang sebentar-sebentar
seterang
guruh
AKU (Maret 1943)
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
CINTAKU JAUH DI PULAU (1946)
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.
KARAWANG BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
Langganan:
Postingan (Atom)