A.
Pendahuluan
Seperti
yang telah penulis sampaikan pada saat literisi periode Triwulan II tahun 2018 dengan
judul Pentingnya Memahami Korupsi untuk Masa
Depan Bangsa, maka penulis menyambungkan kembali literasi tersebut sehingga
bagi pembaca akan timbul daya gerak untuk bagaimana caranya agar korupsi tidak terjadi lagi dan
tidak secara sistemik berjalan dengan aman, artinya korupsi dapat dengan mudah
dimusnahkan jika pencegahannya juga dilakukan secara sistemik.
Maka
dalam kesempatan literasi ini penulis akan mengangkat judul Negara meng-Korupsi Negara, sebelum
lebih jauh marilah kita ingat rumus persamaan sangat sederhana tentang
penjelasan pengertian korupsi oleh Klit Gaard seperti tertuan dalam literasi
penulis terdahulu yaitu :
C = M + D
- A
|
Dimana:
C :
Corruption
M : Monopoly
D :
Discretion
A :
Accountability
Dapat dijelaskan bahwa
korupsi hanya bisa terjadi apabila seseorang atau pihak tertentu mempunyai hak monopoli atas urusan tertentu serta
ditunjang oleh diskresi atau keleluasaan
dalam menggunakan keluasaannya, sehingga cenderung menyalahgunakannya,
namun lemah dalam hal
pertanggungjawaban kepada publik (Akuntabilitas).
Kemudian bagaimana hubungannya dengan
Negara? Bukankan Negara memiliki keleluasan memonopoli, beserta pertanggungjawabannya?
Baiklah untuk lebih memudahkan penulis sampaikan tentang definisi negara
sebagai berikut :
1. Mac Iver
(R.M. Mac Iver : 1926)
Negara
adalah persembatanan (penarikan) yang bertindak lewat hukum yang direalisasikan
oleh pemerintah yang dilengkapi dengan kekuasaan untuk memaksa dalam satu
kehidupan yang dibatasi secara teritorial mempertegak syarat- syarat lahir yang
umum dari ketertiban sosial.
2. Logeman
(Solly Lubis : 2007)
Negara adalah organisasi
kemasyarakatan yang dengan kekuasaannya bertujuan untuk mengatur dan mengurus
masyarakat tertentu.
3. Hoge de
Groot (Solly Lubis : 2007)
Negara adalah ikatan-ikatan manusia
yang insaf akan arti dan panggilan hukum kodrat.
4. George Jellinek (George Jellinek, Algemeine
Staatsleh.re)
Negara adalah organisasi kekuasaan
dari sekelompok manu- sia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
5. George Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul
sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
Dari penjabaran yang diungkapkan
oleh para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa negara merupakan suatu
wilayah tertentu yang luas memiliki batas, merdeka, serta diakui kedaulatannya
yang setiap warga negaranya akan terikat peraturan-peraturan yang berlaku.
Seperti yang telah disampaikan
diawal tadi bahwa cirikhas atau sifat negara merupakan sarana penunjang
tercapainya tujuan suatu negara. Menurut Miriam Budiardjo, pada umumnya setiap
Negara mempunyai sifat seperti :
1.
Sifat memaksa
2.
Sifat monopoli
3.
Mencakup semua
Dalam artian memaksa negara memiliki
sejumlah aturan perundang-undangan yang digunakan untuk menekankan kekuasaannya
untuk masyarakat yang pada akhirnya menimbulkan tindakan yang anarkis. Misalnya
saja warga negara harus membayar pajak, jika tidak akan dikenai sanksi denda.
Sehingga
sifat negara juga mencakup keseluruhan dalam artian perundang-undang yang
berlaku untuk semua pihak tanpa terkecuali.
Jika
definisi Negara yang telah disampaikan oleh para ahli tersebut disandingkan
dengan pengertian korupsi oleh Klit Gaard maka bukan tidak munkin dan bahkan
bisa terjadi Negara men-korupsi Negara, akan tetapi bagaimana cara
membuktikannya?
Oleh
sebab itu penulis berkeinginan membuktikan dengan proses pengelolaan Keuangan
Negara pada pelaksanaan APBN di tingkat KPPN sebagai Kuasa Bendahara Umum
Negara (BUN) di daerah, terkait dapat terindikasinya negara mengkorupsi negara,
maka ada baiknya penulis sampaikan terlebih dahulu definisi Keuangan Negara untuk
lebih fokus pada masalah tersebut, adapun menurut Undang-Undang Keuangan Negara
Nomor 17 tahun 2003 yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Adapun
sebagai gambaran singkat tentang Keuangan Negara pendekatan yang digunakan
sesuai Undang Undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 adalah dari sisi
obyek, subyek, proses dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan
Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidak fiskal, moneter dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut.
Dari
sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek yang
dimiliki negara , dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan
negara. Dari sisi proses Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan
yang berkaitan dengan pengelolaan obyek dari perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan
Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang
berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek dalam rangka
penyelenggaran peerintahan negara.
Adapun
secara khusus Keuangan Negara dituangkan dalam pasal 2 Undang Undang Keuangan
Negara Nomor 17 tahun 2003 butir b adalah kewajiban negara menyelenggarakan
tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga.
Oleh
karena itu penulis akan membatasi penulisan tentang Negara mengkorupsi Negara
dalam tinjauan Keuangan Negara terutama terkait kewajiban membayar tagihan
pihak ketiga berupa Belanja Bantuan Sosial.
B.
Analisa
Masalah Belanja Bantuan Sosial
Menurut Undang
Undan APBN tahun 2018 Nomor 15 tahun 2017 yang bertema Memantapkan Pengelolaan
Fiskal untuk Mengakselerasi Pertumbuhan yang Berkeadilan, sesuai tema tersebut
Pemerintah akan menjalankan beberapa kebijakan pokok di dalam APBN tahun 2018
salah satunya adalah melanjutkan penguatan kualitas belanja negara dan tetap
konsisten melakukan efisiensi belanja non-prioritas tanpa mengurangi pencapaian
sasaran output yang telah direncanakan, terutama diarahkan untuk mendukung
pembangunan infrastruktur dan program
perlindungan sosial untuk pembanguan yang lebih merata dan berkeadilan di
seluruh pelosok tanak air, disini ada tugas pengawalan setiap rupiah yang ada
di APBN bagi insan Perbendaharaan, proses dan sistem pengawalan setiap rupiah
APBN inilah yang kemudian menjadi kewenangan Kuasa BUN di daerah yaitu KPPN,
dan perlu penulis sampaikan bahwa Anggaran Perlindungan Sosial pada APBN 2018
sebebesar Rp. 283,8 Triliun, akan digunakan untuk memperkuat program-program
perlindungan sosial, penanggulangan kemiskinan sebagai dukungan pada masyarakat
berpendapatan rendah semua anggaran bantuan sosial tersebut harus tepat
sasaran, tepat jumlah dan tepat waktu.
Definisi Bantuan
Sosial menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja
Bantun Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga tanggal 31 Desember 2015 adalah
pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa yang diberikan oleh
Pemerintah kepada masyarakat miskin atau tidak mampu guna melindungi masyarakat
dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi
dan/atau kesejahterahan masyarakat. Resiko sosial ini adalah kejadian atau
peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang
ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak
krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam, dan bencana alam
yang jika tidak diberikan Belanja Bantuan Sosial akan semakin terpuruk dan
tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
B.1. Penetapan Penerima Bantuan Sosial dalam
bentuk uang
Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian/Lembaga menetapkan surat keputusan
berdasarkan seleksi penerima bantuan sosial melalui lembaga pemerintah dibidang
pendidikan, kesehatan, keagamaan dan bidang lain yang berperan untuk melindungi
perorangan, keluarga, kelompok, masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau yang
mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat situasi krisis sosial,
ekonomi,politik, bencana, dan/atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan
hidup minimum.
Surat
keputusan dari PPK bagi penerima bantuan sosial dalam bentuk uang sedikitnya
memuat identitas penerima bantuan, nilai uang bantuan sosial dan nomor rekening
penerima bantuan sosial pada bank/pos, dalam hal penerima bantuan sosial tidak
mempunyai nomor rekening maka yang dicantumkan dalam nomor rekening tersebut
adalah nomor rekening Bank/Pos penyalur.
Surat
Keputusan pernerima bantuan sosial dari PPK yang telah disahkan oleh KPA
merupakan dasar pemberian bantuan sosial kepada penerima bantuan sosial.
Penulis tidak akan membahas tentang kriteria atau syarat agar seseorang atau
lembaga mendapatkan Bantuan Sosial karena sudah terdapat ketentuan yang
menyatakan bahwa terdapat petunju teknis penetapan penerima bantuan sosila dari
Kementerian/Lembaga terkait.
B.2.
Pencairan Dana Belanja Bantuan Sosial Yang
Disalurkan Dalam Bentuk Uang
Dana Belanja
Bantuan Sosial yang disalurkan dalam bentuk uang langsung kepada penerima
bantuan dalam bentuk transfer uang melalui pembayaran langsung (LS) :
a. Dari
Kas Negara ke rekening peneriama bantuan sosial
b. Dari
Kas Negara ke rekening lembaga nonpemerintah
c. Dari
Kas Negara ke rekening Bank/Pos Penyalur
Pencairan
dana Belanja Bantuan Sosial ke Rekening Bank/Pos Penyalur dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Penerima
bantuan sosial dalam bentuk uang tidak memungkinkan untuk membuka rekening pada
bank/pos;
b. Dana
bantuan sosial yang disalurkan merupakan program nasional yang menurut
peraturan perundang-undangan harus disalurkan melalui lembaga penyalur;
c. ana
bantuan Sosial yang disalurkan merupakan program nasional atau program Kementerian
Negara/Lembaga yang penyalurannya ditentukan harus dilakukan melalui uang
elektronik yang ter-registrasi;
d. Jumlah
penerima bantuan sosial dalam bentuk uang pada satu jenis Belanja Bantuan
Sosial dan satu DIPA lebih dari 100(seratus) penerima bantuan.
Setelah diketahui bahwa
Bantuan Sosial tersebut memenuhi untuk
menggunakan rekening penyalur maka Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan
permohonan pembukaan rekening Bank/Pos penyalur kepada Kuasa BUN di daerah
yaitu KPPN, maka proses pencairan selanjutnya dari rekening penyalur ke
penerima bantuan sosial adalah :
a. Pemindahbukuan
dari reking Bank/Pos Penyalur ke rekening penerima bantuan
b. Pemberian
uang tunai dari rekening Bank/Pos Penyalur kepada penerima bantuan sosial oleh
petugas Bank/Pos penyalur atau
c. Pengisian
uang elektronik penerima bantuan sosial oleh Bank/Pos Penyalur dalam hal dana
bantuan sosial merupakan program nasional atau program Kementerian
Negara/Lembaga.
B.3.
Bentuk Rekening Penerima Bantuan Sosial dalam bentuk uang
Bentuk rekening
penerima Bantuan Sosial berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga
adalah rekening tabungan yang berkarakteristik
Basic Saving Account (BSA)
adapun maksud dari rekening berkarakteristik BSA menurut Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam
Rangka Keuangan Inklusif adalah sebagai berikut :
a.
Hanya dapat dimiliki oleh perorangan WNI
b.
Dalam mata uang rupiah
c.
Tanpa batas minimum setoran
d.
Tanpa batas minimum saldo rekening
e.
Batas maksimum saldo rekening setiap
saat ditetapkan paling banyak Rp. 20.000.000,00 ( dua puluh juta rupiah);
f.
Batas maksimum transaksi debet rekening
berupa penarikan tunai, pemindahbukuan dan/atau transfer keluar dalam 1(satu)
bulan secara kumulatif pada setiap rekening paling banyak Rp. 5.000.000,00
(lima juta rupiah);
g.
Batas maksimum transaksi debet rekening
dapat ditetapkan Bank lebih besar Rp. 5.000.000.00 (lima juta rupiah) dalam
1(satu) bulan, namun tidak boleh lebih besar dari Rp. 60.000.000,00 (enampuluh
juta rupiah) dalam 1(satu) tahun secara komulatif, dalam hal nasabah juga
merupakan debitur Bank.
h. Dibebaskan dari biaya untuk :
1. Administrasi bulanan
2. Pembukaan rekening
3. Transaksi penyetoran tunai
4. Transaksi transfer masuk
5. Transaksi pemindahbukuan
6. Penutupan rekening
Berdasarkan hal
tersebut diatas tentu saja penerima Bantuan Sosial akan dapat dengan mudah
mendapatkan bantuan tersebut baik secara langsung maupun melalui tranfer
elektronik jika memiliki rekening yang telah dibuka, akan tetapi rekening yang
dibuka atas nama penerima bantuan sosial tersebut ternyata oleh perbankan
dibebani dengan biaya-biaya bulanan yang pada akhirnya dana bantuan sosial
tersebut berkurang tidak sesuai besaran seperti dalam DIPA, ini merupakan hal
sangat penting perlu perhatian rekening penerima bantuan sosial tersebut
otomatis dipotong biaya-biaya perbankan maka sesungguhnya disinilah yang
penulis sampaikan bahwa “Negara mengkorupsi Negara” secara sistematis dengan
alasan bahwa perbankan bahwa biaya wajib setiap pembukaan rekening dan
administrasi bulanan, bagaimana tidak dikatakan korupsi bahwa hak bantuan
sosial harus diterima sebesar anggaran pada DIPA akan tetapi dengan indahnya
perbankan menyatakan pemotongan biaya adminsitrasi dan biaya-biaya lainnya,
sebagai asumsi jika setiap rekening dipotong Biaya administrai bulanan Rp.
7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah) kemudian biaya pembukaan rekening
Rp.25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) dan jumlah rekening penerima bantuan
Sosial diasumsikan setiap KPPN ada 100 ( seratus rekening) dan jumlah KPPN 179
maka dapat dilihat perbankan dapat dana dari pemotongan bantuan sosial untuk
satu bulan Rp. 581.750.000,- (lima ratus delapan puluh satu juta tujuh ratus
lima puluh ribu rupiah) fantastis sekali, perhitungan kasar tersebut untuk satu
bulan dan jika satu tahun menjadi Rp. 6.981.000.000,- (enam milyar sembilan
ratus delapan puluh satu juta rupiah), ini yang penulis maksud negara
mengkorupsi negara secara sistematis tanpa ada sanksi yang tegas terkait
berkurangnya nilai uang penerima bantuan
sosial.
Sementara Perjanjian
Kerja Sama antara Bank/Pos dengan PPK dalam hal pembukaan rekening Penyalur
untuk pencairan dana Bantuan Sosial ke penerima bantuan hanya terbatas pada PPK
dengan Bank/Pos penyalur sedangkan kontrol dari Kuasa BUN di Daerah dalam hal
ini KPPN tidak disertakan untuk melakukan evaluasi terhadap Bank/Pos Penyalur
jika dana Bantuan Sosial tersebut terlambat disampaikan ke penerima bantuan
atau terlambat disetorkan ke Kas Negara jika dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
dana Bantuan Sosial di rekening penyalur atau rekening penerima bantuan tidak
disalurkan, disinilah terjadi ruang negara dikorupsi oleh negara pada akhirnya
maka akan merugikan Keuangan Negara secara keseluruhan.
C.
Kesimpulan
1. Bantuan
Sosial diberikan Negara kepada masyarakat miskin atau tidak mampu guna
melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, maka penerima bantuan sosial
berupa uang tidak boleh berkurang nilai uang yang diterimanya sekecil apapun
dan dengan alasan apapun tidak boleh terjadi pengurangan nilai uang tersebut.
2. Dengan
adanyapenyaluran Bantuan Sosial menggunakan rekening maka nilai bantuan yang
diterima oleh para penerima bantuan sosial tidak boleh berkurang karena mereka
adalah masyarakat miskin dan jika berkurang nilai penerimaan bantuan sosial
akan menyebabkan resiko sosial yang ditanggung oleh individu keluarga, kelompok
dan/atau masyarakat akhirnya tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
3. Keuangan
Negara secara tidak langsung akan mengalami kerugian jika penyaluran bantuan
sosial tidak tepat sasaran tepat waktu, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan
kepada publik, oleh karena itu disamping kita sebagai insan perbendaharan
kitapun harus merasa peduli dan merasa memiliki
APBN. Karena sesungguhnya di APBN inilah Keuangan Negara semua sudah
tercantum dengan jelas, kredibel, transparan dan akuntabel.
4. Kerjasama
Perbankan di Daerah dengan Kuasa BUN didaerah perlu ditingkatkan kembali
terutama diberikan kewengan Kuasa BUN di daerah untuk melakukan teguran kepada
perbankan berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kementerian Keuangan
dengan Perbankan;
D.
Saran
1.
Diperlukan peraturan bersama antara
Kementerian Keuangan dengan Otoritas Jasa Keuangan berkaitan dengan pembukaan
rekening untuk para penerima bantuan sosial agar tidak dilakukan pemotongan
beberapa biaya yang berakibat berkurangnya nilai rupaih bantuan sosial yang
diterima sebagai gabungan antara Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan
Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 tentang
Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif;
2.
Penguatan Fungsi Kuasa BUN/KPPN didaerah
dalam hal pemberian otoritas penuh pengendalian rekening-rekening yang dibuka
untuk para penerima bantuan sosial melengkapi PMK 182/PMK.05/2017 tentang
Pengelolaan Rekening Milik Satuan Kerja Lingkup Kementerian Negara/Lembaga
dapat berupa Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
3.
Mengusulkan untuk merevisi Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial pada
Kementerian Negara/Lembaga dengan memberikan keleluasaan Kuasa BUN di daerah
untuk melakukan monev dan pemberian sanki kepada Perbangkan jika terjadi
kelalaian terhadap penyaluran Bantuan Sosial dalam rangka memberikan peran KPPN
untuk mengawal setiap rupiah yang ada dalam APBN.
4.
Pemberian edukasi secara masif kepada
masyarakat penerima bantuan sosial yaitu masyarakat miskin tentu saja mayoritas
berpendidikan rendah, sehingga akan mencerahkan bahwa Bantuan Sosial yang
mereka terima harus utuh tidak boleh berkurang sedikitpun dan dengan cara
apapun mengurangi nilai rupiah bantuan sosial tersebut.