Kamis, 13 Desember 2018

GUGUR GUNUNG TANDANG GAWE SAYUK RUKUN RO KANCANE


  
 Judulnya sangat njawani, karena memang penulis adalah orang jawa itupun jawa keturunan Werkudara (kalau memang Werkudara itu ada), kok? lha iya Werkudara atau Bima Sena dalam cerita perwayangan itu tidak pernah berbicara menggunakan bahasa krama inggil alias pakai bahasa ngapak, sebab ora ngapak ya ora kepenak.  Itu kira-kira semboyan anak muda Banyumasan yang banyak di tulis di kaos-kaos oblong oleh oleh dari sana. 
Begitu juga dengan istilah Aja Gegoh, aja reang sing rukun sing guyub (jangan ribut jangan berisik, bersatulah bekerjasamalah), pemaknaannya hampir sama dengan "Gugur Gunung Tandang Gawe, Sayuk Rukun ra Kancane" (bekerja bersama sama/kerja bakti, bersatu padu rukun dengan teman/tetangga ) semuanya mengajak pada satu tujuan yaitu guyub rukun sesama teman atau tetangga.
Maka dari itu konsep guyub dan rukun disandingkan dengan gugur gunung tandang gawe adalah sebuah keniscayaan harus tetap dilaksanakan secara bersama sama secara kekeluargaan , artinya tidak bisa dijalankan sendirian Gugur Gunung tanpa mengindahkan sebuah kebersamaan dalam sebuah keluarga sekecil RT sekalipun.       
          Ada beberapa formula bertetangga yang kemungkinan besar sudah kita fahami bersama yaitu :
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada tetanggga, dalam firman-Nya:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ [النساء:36[
“ Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun (jangan berbuat syirik). Dan berbuat baiklah kepada dua orang tuamu, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, dan tetangga yang jauh.” (QS. An-Nisa`: 36)
Dari ‘Aisyah dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِى بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ يُوَرِّثُهُ "
” Jibril 'alaihissalam senantiasa (terus-menerus) berpesan kepadaku (untuk berbuat baik) dengan tetangga,sehingga aku mengira bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga.” (HR. Al-Bukhari no. 6014 dan 6015, Muslim no. 6852 dan 6854, dan imam-imam ahli hadits lainnya).
          Tentu saja bertetangga itu bukan hanya dominasi kaum laki laki saja, ada wanita disisi lain dan anak-anak sebagai pelengkap bertetangga. Jika kemudian bahwa bertetangga adalah dominasi kaum laki-laki saja maka para wanita akan dikemanakan? 
          Maka dari itu Gugur gunung tandang gawe sayuk rukun ra kancane, adalah cerminan bertetangga dan bermasyarakat secara menyeluruh tidak ada diskriminasi secara sistemik yang akan berakibat pada " Gegoh dan Reang" tak ada ujungnya.
Itulah kemudian dalam wilayah kepemimpinan yang digambarkan pada setiap shalat berjamaah yang dipimpin oleh seorang Imam, maka koreksi atas kesalahan "gerakan" shalat pemimpin dalam hal ini adalah Imam boleh dan wajib dilakukan oleh siapapun baik jamaah laki-laki dengan mengucapkan Subhanallah atau jamaah wanita dengan menepukkan tangannya, tujuannya apa? yaitu untuk kebaikan sang pemimpin itu sendiri dan kebaikan makmum atau masyarakat di masa-masa yang akan datang, indah bukan.
Pun demikian sebuah musyawarah dan mufakat adalah jalan terbaik sebelum melakukan sebuah gerakan/kegiatan yang berakibat pada perubahan lingkungan kepemimpinan, sehingga mengakui sebuah kesalahan dihadapan manusia tidak akan mengurangi kewibawaan bahkan akan lebih mulia daripada malu dihadapan Allah SWT.
 Akhirnya Gugur gunung tandang gawe sayuk rukun ra kancane, menjadi pari purna dalam kebersamaan tanpa ada rasa paling digdaya sehingga akan terhindar dari  gegoh dan reang akhirnya menjadi  rukun dan guyub.

    Refleksi akhir tahun anggaran
    Bagaimana membumikan Gugur Gunung Tandanggawe Sayuk Rukun Ra Kancane, Aja Gegoh Aja Reang Sing Guyup Sing Rukun  dalam irama para Aparatur Sipil Negara (ASN) atau lebih menterengya para Birokrat  yang tentunya diwilayah tersebut terdapat sebuah struktur organisasi yang sangat kuat garis komandonya, ada Bidang-Bidang, Seksi-Seksi dan wilayah struktur terkecil vertikal disetiap daerah wilayah di Indonesia, yang tidak kalah pentingnya  pada struktur terkecil adalah para staf, apakah mungkin bisa dan dapat diaplikasikan untuk kelancaran penyelesian tujuan sebuah pekerjaan pada masa awal dan  akhir tahun anggaran?
    Penulis tidak akan mengulas ilmu-ilmu manajemen yang sudah diluar kepala para Birokrat, Plan, Do, Check, Action,  Evaluation dan tidak akan mengupas tentang Teori Managemen faunndhing father Peter Drucker, POAC/Planning, Organizing, Actuating dan Controling, atau Bapak manajemen Indonesia Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang kita kenal dengan nama Ki Hajar Dewantara dengan filosofis manajemenya, beliau mengejawentahkan dalam rumus manajemen Jawa Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
    Maka Gunung dalam benak kita adalah sesuatu yang besar menjulang tinggi dengan hutan lebat rimbun hijau yang eksotik menarik untuk dilakukan eksploitasi secara masal oleh siapapun juga. Bahkan ada usaha-usaha tangan jahil untuk memonopolinya untuk kepentingan pribadi atau golongan saja.
   APBN kita ibarat seperti gunung eksotik untuk dieksploitasi secara masal dari awal tahun sampai akhir tahun anggaran secara sistemik dan berkesinambungan, namun anehnya hal ini terjadi pada setiap akhir tahun anggaran berdatangan ke KPPN berduyun-duyun mengajukan tagihan kepada negara, berulang setiap tahun bahkan terfasilitasi dengan munculnya ketetapan langkah-langkah akhir tahun anggaran untuk percepatan ekspoitasi terebut, tidak berlebihan jika APBN ibarat gunung yang akan dipangkas habis hanya dua bulan terakhir pada setiap tahunnya, terus mereka 11 bulan atau 10 bulan yang lalu apa yang dikerjakan ? Nungguin Gunung runtuh sendiri? Atau biarlah gunung itu tinggi toh akan habis juga pada akhir tahun nanti.  Arti sebenarnya  mungkin yang bersangkutan tidak pernah merasa  menjadi gunung       sehingga cara eksploitasinyapun sporadis tidak simultan dan terkesan asal-asalan, yang penting cair yang penting gunung rata. Wow...         
  Sangat beda memang ketika Gunung tersebut dalam pandangan Kuasa BUN penguasa gunung, tentu saja kita bukan ingin kembali pada Per-66/PB/2005 loh, terkadang rindu juga sisi positif Per-66/PB/2005 untuk menjembatani putusnya ekspoitasi asal-asalan pemilik gunung dengan penguasa gunung yang memang sudah dipisahkan oleh Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004, pemisahan administrasi beheer berada pada Kementerian Negara/Lembaga dan comtable beheer berada pada Kementerian Keuangan dengan dilahirkannya PMK 190/PMK.05/2012 dalam porses pelaksanaan eksploitasi Gunung tersebut.            Oleh sebab itu Gugur Gunung Tandang Gawe, jika Gunung dimaknai APBN maka proses pelaksanaan eksploitasi/gugur gunung harus bersama sama/tandang gawe tentu saja Sayuk rukun ra Kancane bersama-bersama teman satu kantor meratakan gunung dengan pemahaman yang sama satu nafas satu irama, tentunya agar alunan meratakan gunung menjadi indah didengar oleh pemilik gunung di seantero Nusantara dan akhirnya tidak merepotkan penguasa gunung di seluruh nusantara, maka kita harus memahami fungsi kita sebagi BUN tidak boleh masuk dalam wilayah adminstratif beheer, agar dalam meratakan gunung ini akan indah pada akhirnya, tidak timbul masalah hukum di kemudian hari.
Administratif beheer inilah sesunggunya kewenangan yang ada pada Kementerin Negara/Lembaga untuk melakukan perikatan, tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan  terjadinya penerimaan dan pengeluaran negara, melakukan pengujian, dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada Kementerian/Lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.
Dilain pihak KPPN sebagai Kuasa BUN bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut, tentunya dalam konteks sebagai wakil Menteri Keuangan KPPN sebagai kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan. Keren dong...
Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dangan fungsi per-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post audit yang dilakukan oleh aparat pengawas fungsional.
Dengan demikian, dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat penting dalam proses pelaksanaan anggaran, yaitu pemisahan tegas pemegang kewenangan administratif dan pemegang fungsi pembayaran (comtable) tentunya harus dijalankan secara konsisten pada insan KPPN sebagai Kuasa BUN sehingga tidak menimbulkan “deformasi” yang berakibat kurang efektif untuk mencegah dan/atau menimbulkan penyimpangan dalam pelaksnanan penerimaan dan pengeluaran negara.
Pada akhirnya Gugur Gunung Tandang Gawe Sayuk Rukun Ra Kancane, aja gegoh aja reang sing rukun sing guyub adalah sebuah definisi baru menurur penulis dalam pemaknaan pelaksanaan APBN versi terminologi jawa hal ini tentunya Gunung/APBN harus rata terserap sempurna, dikerjakan bersama-sama rukun dengan semua komponen staff, lower manager, midle manajer dan top manajer aja gegoh jangan berantem, aja reang jangan gaduh degan sesama rukun sajalah bersama sama, maka gunung pun akan teratakan dengan mudah sesuai kaidah Perberndaharaan. Bravo Ditjen Perbendaharaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar