Selasa, 31 Mei 2016

Gugur Gunung Tandang Gawe, Sayuk Rukun ra Kancane

      Judulnya sangat njawani, karena memang penulis adalah orang jawa itupun jawa keturunan Werkudara ( kalau memang Werkudara itu ada), kok? lha iya Werkudara atau Bima Sena dalam cerita perwayangan itu tidak pernah berbicara menggunakan bahasa krama inggil alias pakai bahasa ngapak, sebab ora ngapak ya ora kepenak.  Itu kira-kira semboyan anak muda banyumasan yang banyak di tulis di kaos-kaos oblong oleh oleh dari sana. 
            Begitu juga dengan istilah Aja Gegoh, aja reang sing rukun sing guyub ( jangan ribut jangan berisik, bersatulah bekerjasamalah), pemaknaannya hampir sama dengan "Gugur Gunung Tandang Gawe, Sayuk Rukun ra Kancane" ( bekerja bersama sama/kerja bakti, bersatu padu rukun dengan teman/tetangga ) semuanya mengajak pada satu tujuan yaitu guyub rukun sesama teman atau tetangga.
            Maka dari itu konsep guyub dan rukun disandingkan dengan gugur gunung tandang gawe adalah sebuah keniscayaan harus tetap dilaksanakan secara bersama sama secara kekeluargaan , artinya tidak bisa dijalankan sendirian Gugur Gunung tanpa mengindahkan sebuah kebersamaan dalam sebuah keluarga sekecil RT sekalipun.       
      Ada beberapa formula bertetangga yang kemungkinan besar sudah kita fahami bersama yaitu :

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada tetanggga, dalam firman-Nya:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ [النساء:36[
“ Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun (jangan berbuat syirik). Dan berbuat baiklah kepada dua orang tuamu, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, dan tetangga yang jauh.” (QS. An-Nisa`: 36)

Dari ‘Aisyah dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِى بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ يُوَرِّثُهُ "
” Jibril 'alaihissalam senantiasa (terus-menerus) berpesan kepadaku (untuk berbuat baik) dengan tetangga,sehingga aku mengira bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga.” (HR. Al-Bukhari no. 6014 dan 6015, Muslim no. 6852 dan 6854, dan imam-imam ahli hadits lainnya).

     Tentu saja bertetangga itu bukan hanya dominasi kaum laki laki saja, ada wanita disisi lain dan anak-anak sebagai pelengkap bertetangga. Jika kemudian bahwa bertetangga adalah dominasi kaum laki-laki saja maka para wanita akan dikemanakan? 
      Maka dari itu Gugur gunung tandang gawe sayuk rukun ra kancane, adalah cerminan bertetangga dan bermasyarakat secara menyeluruh tidak ada diskriminasi secara sistemik yang akan berakibat pada " Gegoh dan Reang" tak ada ujungnya.
      Itulah kemudian dalam wilayah kepemimpinan yang digambarkan pada setiap shalat berjamaah yang dipimpin oleh seorang Imam, maka koreksi atas kesalahan "gerakan" shalat pemimpin dalam hal ini adalah Imam boleh dan wajib dilakukan oleh siapapun baik jamaah laki-laki dengan mengucapkan Subhanallah atau jamaah wanita dengan menepukkan tangannya, tujuannya apa? yaitu untuk kebaikan sang pemimpin itu sendiri dan kebaikan makmum atau masyarakat di masa-masa yang akan datang Indah bukan?
     Pun demikian sebuah musyawarah dan mufakat adalah jalan terbaik sebelum melakukan sebuah gerakan/kegiatan yang berakibat pada perubahan lingkungan kepemimpinan, sehingga mengakui sebuah kesalahan dihadapan manusia tidak akan mengurangi kewibawaan bahkan akan lebih mulia daripada malu dihadapan Allah SWT.
     Akhirnya Gugur gunung tandang gawe sayuk rukun ra kancane, menjadi pari purna dalam kebersamaan tanpa ada rasa paling digdaya sehingga akan tercipta aja gegoh aja reang sing rukun sing guyub.

Wallahu Alam


.
Metro Lampung, Akhir Mei 2016
Selamat datang Ramadhan 1437 H.