Kamis, 13 Desember 2018

GUGUR GUNUNG TANDANG GAWE SAYUK RUKUN RO KANCANE


  
 Judulnya sangat njawani, karena memang penulis adalah orang jawa itupun jawa keturunan Werkudara (kalau memang Werkudara itu ada), kok? lha iya Werkudara atau Bima Sena dalam cerita perwayangan itu tidak pernah berbicara menggunakan bahasa krama inggil alias pakai bahasa ngapak, sebab ora ngapak ya ora kepenak.  Itu kira-kira semboyan anak muda Banyumasan yang banyak di tulis di kaos-kaos oblong oleh oleh dari sana. 
Begitu juga dengan istilah Aja Gegoh, aja reang sing rukun sing guyub (jangan ribut jangan berisik, bersatulah bekerjasamalah), pemaknaannya hampir sama dengan "Gugur Gunung Tandang Gawe, Sayuk Rukun ra Kancane" (bekerja bersama sama/kerja bakti, bersatu padu rukun dengan teman/tetangga ) semuanya mengajak pada satu tujuan yaitu guyub rukun sesama teman atau tetangga.
Maka dari itu konsep guyub dan rukun disandingkan dengan gugur gunung tandang gawe adalah sebuah keniscayaan harus tetap dilaksanakan secara bersama sama secara kekeluargaan , artinya tidak bisa dijalankan sendirian Gugur Gunung tanpa mengindahkan sebuah kebersamaan dalam sebuah keluarga sekecil RT sekalipun.       
          Ada beberapa formula bertetangga yang kemungkinan besar sudah kita fahami bersama yaitu :
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada tetanggga, dalam firman-Nya:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ [النساء:36[
“ Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun (jangan berbuat syirik). Dan berbuat baiklah kepada dua orang tuamu, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, dan tetangga yang jauh.” (QS. An-Nisa`: 36)
Dari ‘Aisyah dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

" مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِى بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ يُوَرِّثُهُ "
” Jibril 'alaihissalam senantiasa (terus-menerus) berpesan kepadaku (untuk berbuat baik) dengan tetangga,sehingga aku mengira bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga.” (HR. Al-Bukhari no. 6014 dan 6015, Muslim no. 6852 dan 6854, dan imam-imam ahli hadits lainnya).
          Tentu saja bertetangga itu bukan hanya dominasi kaum laki laki saja, ada wanita disisi lain dan anak-anak sebagai pelengkap bertetangga. Jika kemudian bahwa bertetangga adalah dominasi kaum laki-laki saja maka para wanita akan dikemanakan? 
          Maka dari itu Gugur gunung tandang gawe sayuk rukun ra kancane, adalah cerminan bertetangga dan bermasyarakat secara menyeluruh tidak ada diskriminasi secara sistemik yang akan berakibat pada " Gegoh dan Reang" tak ada ujungnya.
Itulah kemudian dalam wilayah kepemimpinan yang digambarkan pada setiap shalat berjamaah yang dipimpin oleh seorang Imam, maka koreksi atas kesalahan "gerakan" shalat pemimpin dalam hal ini adalah Imam boleh dan wajib dilakukan oleh siapapun baik jamaah laki-laki dengan mengucapkan Subhanallah atau jamaah wanita dengan menepukkan tangannya, tujuannya apa? yaitu untuk kebaikan sang pemimpin itu sendiri dan kebaikan makmum atau masyarakat di masa-masa yang akan datang, indah bukan.
Pun demikian sebuah musyawarah dan mufakat adalah jalan terbaik sebelum melakukan sebuah gerakan/kegiatan yang berakibat pada perubahan lingkungan kepemimpinan, sehingga mengakui sebuah kesalahan dihadapan manusia tidak akan mengurangi kewibawaan bahkan akan lebih mulia daripada malu dihadapan Allah SWT.
 Akhirnya Gugur gunung tandang gawe sayuk rukun ra kancane, menjadi pari purna dalam kebersamaan tanpa ada rasa paling digdaya sehingga akan terhindar dari  gegoh dan reang akhirnya menjadi  rukun dan guyub.

    Refleksi akhir tahun anggaran
    Bagaimana membumikan Gugur Gunung Tandanggawe Sayuk Rukun Ra Kancane, Aja Gegoh Aja Reang Sing Guyup Sing Rukun  dalam irama para Aparatur Sipil Negara (ASN) atau lebih menterengya para Birokrat  yang tentunya diwilayah tersebut terdapat sebuah struktur organisasi yang sangat kuat garis komandonya, ada Bidang-Bidang, Seksi-Seksi dan wilayah struktur terkecil vertikal disetiap daerah wilayah di Indonesia, yang tidak kalah pentingnya  pada struktur terkecil adalah para staf, apakah mungkin bisa dan dapat diaplikasikan untuk kelancaran penyelesian tujuan sebuah pekerjaan pada masa awal dan  akhir tahun anggaran?
    Penulis tidak akan mengulas ilmu-ilmu manajemen yang sudah diluar kepala para Birokrat, Plan, Do, Check, Action,  Evaluation dan tidak akan mengupas tentang Teori Managemen faunndhing father Peter Drucker, POAC/Planning, Organizing, Actuating dan Controling, atau Bapak manajemen Indonesia Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang kita kenal dengan nama Ki Hajar Dewantara dengan filosofis manajemenya, beliau mengejawentahkan dalam rumus manajemen Jawa Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
    Maka Gunung dalam benak kita adalah sesuatu yang besar menjulang tinggi dengan hutan lebat rimbun hijau yang eksotik menarik untuk dilakukan eksploitasi secara masal oleh siapapun juga. Bahkan ada usaha-usaha tangan jahil untuk memonopolinya untuk kepentingan pribadi atau golongan saja.
   APBN kita ibarat seperti gunung eksotik untuk dieksploitasi secara masal dari awal tahun sampai akhir tahun anggaran secara sistemik dan berkesinambungan, namun anehnya hal ini terjadi pada setiap akhir tahun anggaran berdatangan ke KPPN berduyun-duyun mengajukan tagihan kepada negara, berulang setiap tahun bahkan terfasilitasi dengan munculnya ketetapan langkah-langkah akhir tahun anggaran untuk percepatan ekspoitasi terebut, tidak berlebihan jika APBN ibarat gunung yang akan dipangkas habis hanya dua bulan terakhir pada setiap tahunnya, terus mereka 11 bulan atau 10 bulan yang lalu apa yang dikerjakan ? Nungguin Gunung runtuh sendiri? Atau biarlah gunung itu tinggi toh akan habis juga pada akhir tahun nanti.  Arti sebenarnya  mungkin yang bersangkutan tidak pernah merasa  menjadi gunung       sehingga cara eksploitasinyapun sporadis tidak simultan dan terkesan asal-asalan, yang penting cair yang penting gunung rata. Wow...         
  Sangat beda memang ketika Gunung tersebut dalam pandangan Kuasa BUN penguasa gunung, tentu saja kita bukan ingin kembali pada Per-66/PB/2005 loh, terkadang rindu juga sisi positif Per-66/PB/2005 untuk menjembatani putusnya ekspoitasi asal-asalan pemilik gunung dengan penguasa gunung yang memang sudah dipisahkan oleh Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004, pemisahan administrasi beheer berada pada Kementerian Negara/Lembaga dan comtable beheer berada pada Kementerian Keuangan dengan dilahirkannya PMK 190/PMK.05/2012 dalam porses pelaksanaan eksploitasi Gunung tersebut.            Oleh sebab itu Gugur Gunung Tandang Gawe, jika Gunung dimaknai APBN maka proses pelaksanaan eksploitasi/gugur gunung harus bersama sama/tandang gawe tentu saja Sayuk rukun ra Kancane bersama-bersama teman satu kantor meratakan gunung dengan pemahaman yang sama satu nafas satu irama, tentunya agar alunan meratakan gunung menjadi indah didengar oleh pemilik gunung di seantero Nusantara dan akhirnya tidak merepotkan penguasa gunung di seluruh nusantara, maka kita harus memahami fungsi kita sebagi BUN tidak boleh masuk dalam wilayah adminstratif beheer, agar dalam meratakan gunung ini akan indah pada akhirnya, tidak timbul masalah hukum di kemudian hari.
Administratif beheer inilah sesunggunya kewenangan yang ada pada Kementerin Negara/Lembaga untuk melakukan perikatan, tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan  terjadinya penerimaan dan pengeluaran negara, melakukan pengujian, dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada Kementerian/Lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.
Dilain pihak KPPN sebagai Kuasa BUN bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut, tentunya dalam konteks sebagai wakil Menteri Keuangan KPPN sebagai kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan. Keren dong...
Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dangan fungsi per-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post audit yang dilakukan oleh aparat pengawas fungsional.
Dengan demikian, dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat penting dalam proses pelaksanaan anggaran, yaitu pemisahan tegas pemegang kewenangan administratif dan pemegang fungsi pembayaran (comtable) tentunya harus dijalankan secara konsisten pada insan KPPN sebagai Kuasa BUN sehingga tidak menimbulkan “deformasi” yang berakibat kurang efektif untuk mencegah dan/atau menimbulkan penyimpangan dalam pelaksnanan penerimaan dan pengeluaran negara.
Pada akhirnya Gugur Gunung Tandang Gawe Sayuk Rukun Ra Kancane, aja gegoh aja reang sing rukun sing guyub adalah sebuah definisi baru menurur penulis dalam pemaknaan pelaksanaan APBN versi terminologi jawa hal ini tentunya Gunung/APBN harus rata terserap sempurna, dikerjakan bersama-sama rukun dengan semua komponen staff, lower manager, midle manajer dan top manajer aja gegoh jangan berantem, aja reang jangan gaduh degan sesama rukun sajalah bersama sama, maka gunung pun akan teratakan dengan mudah sesuai kaidah Perberndaharaan. Bravo Ditjen Perbendaharaan.

Selasa, 25 September 2018

“ NEGARA MENGKORUPSI NEGARA” (tinjauan Keuangan Negara pada Penyaluran Bantuan Sosial dalam bentuk Uang




A.    Pendahuluan
Seperti yang telah penulis sampaikan pada saat literisi periode Triwulan II tahun 2018 dengan judul Pentingnya Memahami Korupsi untuk Masa Depan Bangsa, maka penulis menyambungkan kembali literasi tersebut sehingga bagi pembaca akan timbul daya gerak untuk bagaimana  caranya agar korupsi tidak terjadi lagi dan tidak secara sistemik berjalan dengan aman, artinya korupsi dapat dengan mudah dimusnahkan jika pencegahannya juga dilakukan secara sistemik.
Maka dalam kesempatan literasi ini penulis akan mengangkat judul Negara meng-Korupsi Negara, sebelum lebih jauh marilah kita ingat rumus persamaan sangat sederhana tentang penjelasan pengertian korupsi oleh Klit Gaard seperti tertuan dalam literasi penulis terdahulu yaitu :
C = M + D - A
Dimana:
C : Corruption
M : Monopoly
D  : Discretion
A : Accountability

Dapat dijelaskan bahwa korupsi hanya bisa terjadi apabila seseorang atau pihak tertentu mempunyai hak monopoli atas urusan tertentu serta ditunjang oleh diskresi atau keleluasaan dalam menggunakan keluasaannya, sehingga cenderung menyalahgunakannya, namun lemah dalam hal pertanggungjawaban kepada publik (Akuntabilitas).
   Kemudian bagaimana hubungannya dengan Negara? Bukankan Negara memiliki keleluasan memonopoli, beserta pertanggungjawabannya? Baiklah untuk lebih memudahkan penulis sampaikan tentang definisi negara sebagai berikut :
 1. Mac Iver (R.M. Mac Iver : 1926)
Negara adalah persembatanan (penarikan) yang bertindak lewat hukum yang direalisasikan oleh pemerintah yang dilengkapi dengan kekuasaan untuk memaksa dalam satu kehidupan yang dibatasi secara teritorial mempertegak syarat- syarat lahir yang umum dari ketertiban sosial.
2.  Logeman (Solly Lubis : 2007)
Negara adalah organisasi kemasyarakatan yang dengan kekuasaannya bertujuan untuk mengatur dan mengurus masyarakat tertentu.
3.  Hoge de Groot (Solly Lubis : 2007)
Negara adalah ikatan-ikatan manusia yang insaf akan arti dan panggilan hukum      kodrat.
4. George Jellinek (George Jellinek, Algemeine Staatsleh.re)
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manu- sia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
5. George Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
Dari penjabaran yang diungkapkan oleh para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa negara merupakan suatu wilayah tertentu yang luas memiliki batas, merdeka, serta diakui kedaulatannya yang setiap warga negaranya akan terikat peraturan-peraturan yang berlaku.
Seperti yang telah disampaikan diawal tadi bahwa cirikhas atau sifat negara merupakan sarana penunjang tercapainya tujuan suatu negara. Menurut Miriam Budiardjo, pada umumnya setiap Negara mempunyai sifat seperti :
1.      Sifat memaksa
2.      Sifat monopoli
3.      Mencakup semua
Dalam artian memaksa negara memiliki sejumlah aturan perundang-undangan yang digunakan untuk menekankan kekuasaannya untuk masyarakat yang pada akhirnya menimbulkan tindakan yang anarkis. Misalnya saja warga negara harus membayar pajak, jika tidak akan dikenai sanksi denda.
Sehingga sifat negara juga mencakup keseluruhan dalam artian perundang-undang yang berlaku untuk semua pihak tanpa terkecuali. 
Jika definisi Negara yang telah disampaikan oleh para ahli tersebut disandingkan dengan pengertian korupsi oleh Klit Gaard maka bukan tidak munkin dan bahkan bisa terjadi Negara men-korupsi Negara, akan tetapi bagaimana cara membuktikannya?
Oleh sebab itu penulis berkeinginan membuktikan dengan proses pengelolaan Keuangan Negara pada pelaksanaan APBN di tingkat KPPN sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) di daerah, terkait dapat terindikasinya negara mengkorupsi negara, maka ada baiknya penulis sampaikan terlebih dahulu definisi Keuangan Negara untuk lebih fokus pada masalah tersebut, adapun menurut Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Adapun sebagai gambaran singkat tentang Keuangan Negara pendekatan yang digunakan sesuai Undang Undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 adalah dari sisi obyek, subyek, proses dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidak fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek yang dimiliki negara , dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek dalam rangka penyelenggaran peerintahan negara.
Adapun secara khusus Keuangan Negara dituangkan dalam pasal 2 Undang Undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 butir b adalah kewajiban negara menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga.
Oleh karena itu penulis akan membatasi penulisan tentang Negara mengkorupsi Negara dalam tinjauan Keuangan Negara terutama terkait kewajiban membayar tagihan pihak ketiga berupa Belanja Bantuan Sosial.

B.     Analisa Masalah Belanja Bantuan Sosial
Menurut Undang Undan APBN tahun 2018 Nomor 15 tahun 2017 yang bertema Memantapkan Pengelolaan Fiskal untuk Mengakselerasi Pertumbuhan yang Berkeadilan, sesuai tema tersebut Pemerintah akan menjalankan beberapa kebijakan pokok di dalam APBN tahun 2018 salah satunya adalah melanjutkan penguatan kualitas belanja negara dan tetap konsisten melakukan efisiensi belanja non-prioritas tanpa mengurangi pencapaian sasaran output yang telah direncanakan, terutama diarahkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan program perlindungan sosial untuk pembanguan yang lebih merata dan berkeadilan di seluruh pelosok tanak air, disini ada tugas pengawalan setiap rupiah yang ada di APBN bagi insan Perbendaharaan, proses dan sistem pengawalan setiap rupiah APBN inilah yang kemudian menjadi kewenangan Kuasa BUN di daerah yaitu KPPN, dan perlu penulis sampaikan bahwa Anggaran Perlindungan Sosial pada APBN 2018 sebebesar Rp. 283,8 Triliun, akan digunakan untuk memperkuat program-program perlindungan sosial, penanggulangan kemiskinan sebagai dukungan pada masyarakat berpendapatan rendah semua anggaran bantuan sosial tersebut harus tepat sasaran, tepat jumlah dan tepat waktu.
Definisi Bantuan Sosial menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantun Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga tanggal 31 Desember 2015 adalah pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa yang diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat miskin atau tidak mampu guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi dan/atau kesejahterahan masyarakat. Resiko sosial ini adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam, dan bencana alam yang jika tidak diberikan Belanja Bantuan Sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
 B.1. Penetapan Penerima Bantuan Sosial dalam bentuk uang
            Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian/Lembaga menetapkan surat keputusan berdasarkan seleksi penerima bantuan sosial melalui lembaga pemerintah dibidang pendidikan, kesehatan, keagamaan dan bidang lain yang berperan untuk melindungi perorangan, keluarga, kelompok, masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat situasi krisis sosial, ekonomi,politik, bencana, dan/atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum.
            Surat keputusan dari PPK bagi penerima bantuan sosial dalam bentuk uang sedikitnya memuat identitas penerima bantuan, nilai uang bantuan sosial dan nomor rekening penerima bantuan sosial pada bank/pos, dalam hal penerima bantuan sosial tidak mempunyai nomor rekening maka yang dicantumkan dalam nomor rekening tersebut adalah nomor rekening Bank/Pos penyalur.
            Surat Keputusan pernerima bantuan sosial dari PPK yang telah disahkan oleh KPA merupakan dasar pemberian bantuan sosial kepada penerima bantuan sosial. Penulis tidak akan membahas tentang kriteria atau syarat agar seseorang atau lembaga mendapatkan Bantuan Sosial karena sudah terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa terdapat petunju teknis penetapan penerima bantuan sosila dari Kementerian/Lembaga terkait.

B.2. Pencairan Dana Belanja Bantuan Sosial Yang  Disalurkan Dalam Bentuk Uang
            Dana Belanja Bantuan Sosial yang disalurkan dalam bentuk uang langsung kepada penerima bantuan dalam bentuk transfer uang melalui pembayaran langsung (LS) :
a.       Dari Kas Negara ke rekening peneriama bantuan sosial
b.      Dari Kas Negara ke rekening lembaga nonpemerintah
c.       Dari Kas Negara ke rekening Bank/Pos Penyalur
Pencairan dana Belanja Bantuan Sosial ke Rekening Bank/Pos Penyalur dengan ketentuan sebagai berikut :
a.       Penerima bantuan sosial dalam bentuk uang tidak memungkinkan untuk membuka             rekening pada bank/pos;
b.     Dana bantuan sosial yang disalurkan merupakan program nasional yang menurut  peraturan perundang-undangan harus disalurkan melalui lembaga penyalur;
c.   ana bantuan Sosial yang disalurkan merupakan program nasional atau program Kementerian Negara/Lembaga yang penyalurannya ditentukan harus dilakukan melalui uang elektronik yang ter-registrasi;
d.      Jumlah penerima bantuan sosial dalam bentuk uang pada satu jenis Belanja Bantuan Sosial dan satu DIPA lebih dari 100(seratus) penerima bantuan.
Setelah diketahui bahwa Bantuan Sosial tersebut memenuhi untuk  menggunakan rekening penyalur maka Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan permohonan pembukaan rekening Bank/Pos penyalur kepada Kuasa BUN di daerah yaitu KPPN, maka proses pencairan selanjutnya dari rekening penyalur ke penerima bantuan sosial adalah :
a.       Pemindahbukuan dari reking Bank/Pos Penyalur ke rekening penerima bantuan
b.      Pemberian uang tunai dari rekening Bank/Pos Penyalur kepada penerima bantuan sosial oleh petugas Bank/Pos penyalur atau
c.       Pengisian uang elektronik penerima bantuan sosial oleh Bank/Pos Penyalur dalam hal dana bantuan sosial merupakan program nasional atau program Kementerian Negara/Lembaga.
B.3. Bentuk Rekening Penerima Bantuan Sosial dalam bentuk uang
            Bentuk rekening penerima Bantuan Sosial berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga adalah rekening tabungan yang berkarakteristik  Basic Saving Account (BSA) adapun maksud dari rekening berkarakteristik BSA menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif adalah sebagai berikut :
a.       Hanya dapat dimiliki oleh perorangan WNI
b.      Dalam mata uang rupiah
c.       Tanpa batas minimum setoran
d.      Tanpa batas minimum saldo rekening
e.       Batas maksimum saldo rekening setiap saat ditetapkan paling banyak Rp. 20.000.000,00 ( dua puluh juta rupiah);
f.       Batas maksimum transaksi debet rekening berupa penarikan tunai, pemindahbukuan dan/atau transfer keluar dalam 1(satu) bulan secara kumulatif pada setiap rekening paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah);
g.      Batas maksimum transaksi debet rekening dapat ditetapkan Bank lebih besar Rp. 5.000.000.00 (lima juta rupiah) dalam 1(satu) bulan, namun tidak boleh lebih besar dari Rp. 60.000.000,00 (enampuluh juta rupiah) dalam 1(satu) tahun secara komulatif, dalam hal nasabah juga merupakan debitur Bank.
h.      Dibebaskan dari biaya untuk :
1.    Administrasi bulanan
2.    Pembukaan rekening
3.    Transaksi penyetoran tunai
4.    Transaksi transfer masuk
5.    Transaksi pemindahbukuan
6.    Penutupan rekening
Berdasarkan hal tersebut diatas tentu saja penerima Bantuan Sosial akan dapat dengan mudah mendapatkan bantuan tersebut baik secara langsung maupun melalui tranfer elektronik jika memiliki rekening yang telah dibuka, akan tetapi rekening yang dibuka atas nama penerima bantuan sosial tersebut ternyata oleh perbankan dibebani dengan biaya-biaya bulanan yang pada akhirnya dana bantuan sosial tersebut berkurang tidak sesuai besaran seperti dalam DIPA, ini merupakan hal sangat penting perlu perhatian rekening penerima bantuan sosial tersebut otomatis dipotong biaya-biaya perbankan maka sesungguhnya disinilah yang penulis sampaikan bahwa “Negara mengkorupsi Negara” secara sistematis dengan alasan bahwa perbankan bahwa biaya wajib setiap pembukaan rekening dan administrasi bulanan, bagaimana tidak dikatakan korupsi bahwa hak bantuan sosial harus diterima sebesar anggaran pada DIPA akan tetapi dengan indahnya perbankan menyatakan pemotongan biaya adminsitrasi dan biaya-biaya lainnya, sebagai asumsi jika setiap rekening dipotong Biaya administrai bulanan Rp. 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah) kemudian biaya pembukaan rekening Rp.25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) dan jumlah rekening penerima bantuan Sosial diasumsikan setiap KPPN ada 100 ( seratus rekening) dan jumlah KPPN 179 maka dapat dilihat perbankan dapat dana dari pemotongan bantuan sosial untuk satu bulan Rp. 581.750.000,- (lima ratus delapan puluh satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) fantastis sekali, perhitungan kasar tersebut untuk satu bulan dan jika satu tahun menjadi Rp. 6.981.000.000,- (enam milyar sembilan ratus delapan puluh satu juta rupiah), ini yang penulis maksud negara mengkorupsi negara secara sistematis tanpa ada sanksi yang tegas terkait berkurangnya nilai uang  penerima bantuan sosial.
Sementara Perjanjian Kerja Sama antara Bank/Pos dengan PPK dalam hal pembukaan rekening Penyalur untuk pencairan dana Bantuan Sosial ke penerima bantuan hanya terbatas pada PPK dengan Bank/Pos penyalur sedangkan kontrol dari Kuasa BUN di Daerah dalam hal ini KPPN tidak disertakan untuk melakukan evaluasi terhadap Bank/Pos Penyalur jika dana Bantuan Sosial tersebut terlambat disampaikan ke penerima bantuan atau terlambat disetorkan ke Kas Negara jika dalam waktu 30 (tiga puluh) hari dana Bantuan Sosial di rekening penyalur atau rekening penerima bantuan tidak disalurkan, disinilah terjadi ruang negara dikorupsi oleh negara pada akhirnya maka akan merugikan Keuangan Negara secara keseluruhan.

C.    Kesimpulan
1.      Bantuan Sosial diberikan Negara kepada masyarakat miskin atau tidak mampu guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya  resiko sosial, maka penerima bantuan sosial berupa uang tidak boleh berkurang nilai uang yang diterimanya sekecil apapun dan dengan alasan apapun tidak boleh terjadi pengurangan nilai uang tersebut.
2.  Dengan adanyapenyaluran Bantuan Sosial menggunakan rekening maka nilai bantuan yang diterima oleh para penerima bantuan sosial tidak boleh berkurang karena mereka adalah masyarakat miskin dan jika berkurang nilai penerimaan bantuan sosial akan menyebabkan resiko sosial yang ditanggung oleh individu keluarga, kelompok dan/atau masyarakat akhirnya tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
3.      Keuangan Negara secara tidak langsung akan mengalami kerugian jika penyaluran bantuan sosial tidak tepat sasaran tepat waktu, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, oleh karena itu disamping kita sebagai insan perbendaharan kitapun harus merasa peduli dan merasa memiliki  APBN. Karena sesungguhnya di APBN inilah Keuangan Negara semua sudah tercantum dengan jelas, kredibel, transparan dan akuntabel.
4.   Kerjasama Perbankan di Daerah dengan Kuasa BUN didaerah perlu ditingkatkan kembali terutama diberikan kewengan Kuasa BUN di daerah untuk melakukan teguran kepada perbankan berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kementerian Keuangan dengan Perbankan;

D.    Saran
1.        Diperlukan peraturan bersama antara Kementerian Keuangan dengan Otoritas Jasa Keuangan     berkaitan dengan pembukaan rekening untuk para penerima bantuan sosial agar tidak dilakukan pemotongan beberapa biaya yang berakibat berkurangnya nilai rupaih bantuan sosial yang diterima sebagai gabungan antara Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga dengan Peraturan Otoritas  Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif;
2.       Penguatan Fungsi Kuasa BUN/KPPN didaerah dalam hal pemberian otoritas penuh pengendalian rekening-rekening yang dibuka untuk para penerima bantuan sosial melengkapi PMK 182/PMK.05/2017 tentang Pengelolaan Rekening Milik Satuan Kerja Lingkup Kementerian Negara/Lembaga dapat berupa Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
3.    Mengusulkan untuk merevisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga dengan memberikan keleluasaan Kuasa BUN di daerah untuk melakukan monev dan pemberian sanki kepada Perbangkan jika terjadi kelalaian terhadap penyaluran Bantuan Sosial dalam rangka memberikan peran KPPN untuk mengawal setiap rupiah yang ada dalam APBN.
4.     Pemberian edukasi secara masif kepada masyarakat penerima bantuan sosial yaitu masyarakat miskin tentu saja mayoritas berpendidikan rendah, sehingga akan mencerahkan bahwa Bantuan Sosial yang mereka terima harus utuh tidak boleh berkurang sedikitpun dan dengan cara apapun mengurangi nilai rupiah bantuan sosial tersebut.