Selasa, 25 September 2018

“ NEGARA MENGKORUPSI NEGARA” (tinjauan Keuangan Negara pada Penyaluran Bantuan Sosial dalam bentuk Uang




A.    Pendahuluan
Seperti yang telah penulis sampaikan pada saat literisi periode Triwulan II tahun 2018 dengan judul Pentingnya Memahami Korupsi untuk Masa Depan Bangsa, maka penulis menyambungkan kembali literasi tersebut sehingga bagi pembaca akan timbul daya gerak untuk bagaimana  caranya agar korupsi tidak terjadi lagi dan tidak secara sistemik berjalan dengan aman, artinya korupsi dapat dengan mudah dimusnahkan jika pencegahannya juga dilakukan secara sistemik.
Maka dalam kesempatan literasi ini penulis akan mengangkat judul Negara meng-Korupsi Negara, sebelum lebih jauh marilah kita ingat rumus persamaan sangat sederhana tentang penjelasan pengertian korupsi oleh Klit Gaard seperti tertuan dalam literasi penulis terdahulu yaitu :
C = M + D - A
Dimana:
C : Corruption
M : Monopoly
D  : Discretion
A : Accountability

Dapat dijelaskan bahwa korupsi hanya bisa terjadi apabila seseorang atau pihak tertentu mempunyai hak monopoli atas urusan tertentu serta ditunjang oleh diskresi atau keleluasaan dalam menggunakan keluasaannya, sehingga cenderung menyalahgunakannya, namun lemah dalam hal pertanggungjawaban kepada publik (Akuntabilitas).
   Kemudian bagaimana hubungannya dengan Negara? Bukankan Negara memiliki keleluasan memonopoli, beserta pertanggungjawabannya? Baiklah untuk lebih memudahkan penulis sampaikan tentang definisi negara sebagai berikut :
 1. Mac Iver (R.M. Mac Iver : 1926)
Negara adalah persembatanan (penarikan) yang bertindak lewat hukum yang direalisasikan oleh pemerintah yang dilengkapi dengan kekuasaan untuk memaksa dalam satu kehidupan yang dibatasi secara teritorial mempertegak syarat- syarat lahir yang umum dari ketertiban sosial.
2.  Logeman (Solly Lubis : 2007)
Negara adalah organisasi kemasyarakatan yang dengan kekuasaannya bertujuan untuk mengatur dan mengurus masyarakat tertentu.
3.  Hoge de Groot (Solly Lubis : 2007)
Negara adalah ikatan-ikatan manusia yang insaf akan arti dan panggilan hukum      kodrat.
4. George Jellinek (George Jellinek, Algemeine Staatsleh.re)
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manu- sia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
5. George Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
Dari penjabaran yang diungkapkan oleh para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa negara merupakan suatu wilayah tertentu yang luas memiliki batas, merdeka, serta diakui kedaulatannya yang setiap warga negaranya akan terikat peraturan-peraturan yang berlaku.
Seperti yang telah disampaikan diawal tadi bahwa cirikhas atau sifat negara merupakan sarana penunjang tercapainya tujuan suatu negara. Menurut Miriam Budiardjo, pada umumnya setiap Negara mempunyai sifat seperti :
1.      Sifat memaksa
2.      Sifat monopoli
3.      Mencakup semua
Dalam artian memaksa negara memiliki sejumlah aturan perundang-undangan yang digunakan untuk menekankan kekuasaannya untuk masyarakat yang pada akhirnya menimbulkan tindakan yang anarkis. Misalnya saja warga negara harus membayar pajak, jika tidak akan dikenai sanksi denda.
Sehingga sifat negara juga mencakup keseluruhan dalam artian perundang-undang yang berlaku untuk semua pihak tanpa terkecuali. 
Jika definisi Negara yang telah disampaikan oleh para ahli tersebut disandingkan dengan pengertian korupsi oleh Klit Gaard maka bukan tidak munkin dan bahkan bisa terjadi Negara men-korupsi Negara, akan tetapi bagaimana cara membuktikannya?
Oleh sebab itu penulis berkeinginan membuktikan dengan proses pengelolaan Keuangan Negara pada pelaksanaan APBN di tingkat KPPN sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) di daerah, terkait dapat terindikasinya negara mengkorupsi negara, maka ada baiknya penulis sampaikan terlebih dahulu definisi Keuangan Negara untuk lebih fokus pada masalah tersebut, adapun menurut Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Adapun sebagai gambaran singkat tentang Keuangan Negara pendekatan yang digunakan sesuai Undang Undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 adalah dari sisi obyek, subyek, proses dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidak fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek yang dimiliki negara , dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek dalam rangka penyelenggaran peerintahan negara.
Adapun secara khusus Keuangan Negara dituangkan dalam pasal 2 Undang Undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 butir b adalah kewajiban negara menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga.
Oleh karena itu penulis akan membatasi penulisan tentang Negara mengkorupsi Negara dalam tinjauan Keuangan Negara terutama terkait kewajiban membayar tagihan pihak ketiga berupa Belanja Bantuan Sosial.

B.     Analisa Masalah Belanja Bantuan Sosial
Menurut Undang Undan APBN tahun 2018 Nomor 15 tahun 2017 yang bertema Memantapkan Pengelolaan Fiskal untuk Mengakselerasi Pertumbuhan yang Berkeadilan, sesuai tema tersebut Pemerintah akan menjalankan beberapa kebijakan pokok di dalam APBN tahun 2018 salah satunya adalah melanjutkan penguatan kualitas belanja negara dan tetap konsisten melakukan efisiensi belanja non-prioritas tanpa mengurangi pencapaian sasaran output yang telah direncanakan, terutama diarahkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan program perlindungan sosial untuk pembanguan yang lebih merata dan berkeadilan di seluruh pelosok tanak air, disini ada tugas pengawalan setiap rupiah yang ada di APBN bagi insan Perbendaharaan, proses dan sistem pengawalan setiap rupiah APBN inilah yang kemudian menjadi kewenangan Kuasa BUN di daerah yaitu KPPN, dan perlu penulis sampaikan bahwa Anggaran Perlindungan Sosial pada APBN 2018 sebebesar Rp. 283,8 Triliun, akan digunakan untuk memperkuat program-program perlindungan sosial, penanggulangan kemiskinan sebagai dukungan pada masyarakat berpendapatan rendah semua anggaran bantuan sosial tersebut harus tepat sasaran, tepat jumlah dan tepat waktu.
Definisi Bantuan Sosial menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantun Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga tanggal 31 Desember 2015 adalah pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa yang diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat miskin atau tidak mampu guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi dan/atau kesejahterahan masyarakat. Resiko sosial ini adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam, dan bencana alam yang jika tidak diberikan Belanja Bantuan Sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
 B.1. Penetapan Penerima Bantuan Sosial dalam bentuk uang
            Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian/Lembaga menetapkan surat keputusan berdasarkan seleksi penerima bantuan sosial melalui lembaga pemerintah dibidang pendidikan, kesehatan, keagamaan dan bidang lain yang berperan untuk melindungi perorangan, keluarga, kelompok, masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat situasi krisis sosial, ekonomi,politik, bencana, dan/atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum.
            Surat keputusan dari PPK bagi penerima bantuan sosial dalam bentuk uang sedikitnya memuat identitas penerima bantuan, nilai uang bantuan sosial dan nomor rekening penerima bantuan sosial pada bank/pos, dalam hal penerima bantuan sosial tidak mempunyai nomor rekening maka yang dicantumkan dalam nomor rekening tersebut adalah nomor rekening Bank/Pos penyalur.
            Surat Keputusan pernerima bantuan sosial dari PPK yang telah disahkan oleh KPA merupakan dasar pemberian bantuan sosial kepada penerima bantuan sosial. Penulis tidak akan membahas tentang kriteria atau syarat agar seseorang atau lembaga mendapatkan Bantuan Sosial karena sudah terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa terdapat petunju teknis penetapan penerima bantuan sosila dari Kementerian/Lembaga terkait.

B.2. Pencairan Dana Belanja Bantuan Sosial Yang  Disalurkan Dalam Bentuk Uang
            Dana Belanja Bantuan Sosial yang disalurkan dalam bentuk uang langsung kepada penerima bantuan dalam bentuk transfer uang melalui pembayaran langsung (LS) :
a.       Dari Kas Negara ke rekening peneriama bantuan sosial
b.      Dari Kas Negara ke rekening lembaga nonpemerintah
c.       Dari Kas Negara ke rekening Bank/Pos Penyalur
Pencairan dana Belanja Bantuan Sosial ke Rekening Bank/Pos Penyalur dengan ketentuan sebagai berikut :
a.       Penerima bantuan sosial dalam bentuk uang tidak memungkinkan untuk membuka             rekening pada bank/pos;
b.     Dana bantuan sosial yang disalurkan merupakan program nasional yang menurut  peraturan perundang-undangan harus disalurkan melalui lembaga penyalur;
c.   ana bantuan Sosial yang disalurkan merupakan program nasional atau program Kementerian Negara/Lembaga yang penyalurannya ditentukan harus dilakukan melalui uang elektronik yang ter-registrasi;
d.      Jumlah penerima bantuan sosial dalam bentuk uang pada satu jenis Belanja Bantuan Sosial dan satu DIPA lebih dari 100(seratus) penerima bantuan.
Setelah diketahui bahwa Bantuan Sosial tersebut memenuhi untuk  menggunakan rekening penyalur maka Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan permohonan pembukaan rekening Bank/Pos penyalur kepada Kuasa BUN di daerah yaitu KPPN, maka proses pencairan selanjutnya dari rekening penyalur ke penerima bantuan sosial adalah :
a.       Pemindahbukuan dari reking Bank/Pos Penyalur ke rekening penerima bantuan
b.      Pemberian uang tunai dari rekening Bank/Pos Penyalur kepada penerima bantuan sosial oleh petugas Bank/Pos penyalur atau
c.       Pengisian uang elektronik penerima bantuan sosial oleh Bank/Pos Penyalur dalam hal dana bantuan sosial merupakan program nasional atau program Kementerian Negara/Lembaga.
B.3. Bentuk Rekening Penerima Bantuan Sosial dalam bentuk uang
            Bentuk rekening penerima Bantuan Sosial berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial Pada Kementerian Negara/Lembaga adalah rekening tabungan yang berkarakteristik  Basic Saving Account (BSA) adapun maksud dari rekening berkarakteristik BSA menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif adalah sebagai berikut :
a.       Hanya dapat dimiliki oleh perorangan WNI
b.      Dalam mata uang rupiah
c.       Tanpa batas minimum setoran
d.      Tanpa batas minimum saldo rekening
e.       Batas maksimum saldo rekening setiap saat ditetapkan paling banyak Rp. 20.000.000,00 ( dua puluh juta rupiah);
f.       Batas maksimum transaksi debet rekening berupa penarikan tunai, pemindahbukuan dan/atau transfer keluar dalam 1(satu) bulan secara kumulatif pada setiap rekening paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah);
g.      Batas maksimum transaksi debet rekening dapat ditetapkan Bank lebih besar Rp. 5.000.000.00 (lima juta rupiah) dalam 1(satu) bulan, namun tidak boleh lebih besar dari Rp. 60.000.000,00 (enampuluh juta rupiah) dalam 1(satu) tahun secara komulatif, dalam hal nasabah juga merupakan debitur Bank.
h.      Dibebaskan dari biaya untuk :
1.    Administrasi bulanan
2.    Pembukaan rekening
3.    Transaksi penyetoran tunai
4.    Transaksi transfer masuk
5.    Transaksi pemindahbukuan
6.    Penutupan rekening
Berdasarkan hal tersebut diatas tentu saja penerima Bantuan Sosial akan dapat dengan mudah mendapatkan bantuan tersebut baik secara langsung maupun melalui tranfer elektronik jika memiliki rekening yang telah dibuka, akan tetapi rekening yang dibuka atas nama penerima bantuan sosial tersebut ternyata oleh perbankan dibebani dengan biaya-biaya bulanan yang pada akhirnya dana bantuan sosial tersebut berkurang tidak sesuai besaran seperti dalam DIPA, ini merupakan hal sangat penting perlu perhatian rekening penerima bantuan sosial tersebut otomatis dipotong biaya-biaya perbankan maka sesungguhnya disinilah yang penulis sampaikan bahwa “Negara mengkorupsi Negara” secara sistematis dengan alasan bahwa perbankan bahwa biaya wajib setiap pembukaan rekening dan administrasi bulanan, bagaimana tidak dikatakan korupsi bahwa hak bantuan sosial harus diterima sebesar anggaran pada DIPA akan tetapi dengan indahnya perbankan menyatakan pemotongan biaya adminsitrasi dan biaya-biaya lainnya, sebagai asumsi jika setiap rekening dipotong Biaya administrai bulanan Rp. 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah) kemudian biaya pembukaan rekening Rp.25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) dan jumlah rekening penerima bantuan Sosial diasumsikan setiap KPPN ada 100 ( seratus rekening) dan jumlah KPPN 179 maka dapat dilihat perbankan dapat dana dari pemotongan bantuan sosial untuk satu bulan Rp. 581.750.000,- (lima ratus delapan puluh satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) fantastis sekali, perhitungan kasar tersebut untuk satu bulan dan jika satu tahun menjadi Rp. 6.981.000.000,- (enam milyar sembilan ratus delapan puluh satu juta rupiah), ini yang penulis maksud negara mengkorupsi negara secara sistematis tanpa ada sanksi yang tegas terkait berkurangnya nilai uang  penerima bantuan sosial.
Sementara Perjanjian Kerja Sama antara Bank/Pos dengan PPK dalam hal pembukaan rekening Penyalur untuk pencairan dana Bantuan Sosial ke penerima bantuan hanya terbatas pada PPK dengan Bank/Pos penyalur sedangkan kontrol dari Kuasa BUN di Daerah dalam hal ini KPPN tidak disertakan untuk melakukan evaluasi terhadap Bank/Pos Penyalur jika dana Bantuan Sosial tersebut terlambat disampaikan ke penerima bantuan atau terlambat disetorkan ke Kas Negara jika dalam waktu 30 (tiga puluh) hari dana Bantuan Sosial di rekening penyalur atau rekening penerima bantuan tidak disalurkan, disinilah terjadi ruang negara dikorupsi oleh negara pada akhirnya maka akan merugikan Keuangan Negara secara keseluruhan.

C.    Kesimpulan
1.      Bantuan Sosial diberikan Negara kepada masyarakat miskin atau tidak mampu guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya  resiko sosial, maka penerima bantuan sosial berupa uang tidak boleh berkurang nilai uang yang diterimanya sekecil apapun dan dengan alasan apapun tidak boleh terjadi pengurangan nilai uang tersebut.
2.  Dengan adanyapenyaluran Bantuan Sosial menggunakan rekening maka nilai bantuan yang diterima oleh para penerima bantuan sosial tidak boleh berkurang karena mereka adalah masyarakat miskin dan jika berkurang nilai penerimaan bantuan sosial akan menyebabkan resiko sosial yang ditanggung oleh individu keluarga, kelompok dan/atau masyarakat akhirnya tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
3.      Keuangan Negara secara tidak langsung akan mengalami kerugian jika penyaluran bantuan sosial tidak tepat sasaran tepat waktu, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, oleh karena itu disamping kita sebagai insan perbendaharan kitapun harus merasa peduli dan merasa memiliki  APBN. Karena sesungguhnya di APBN inilah Keuangan Negara semua sudah tercantum dengan jelas, kredibel, transparan dan akuntabel.
4.   Kerjasama Perbankan di Daerah dengan Kuasa BUN didaerah perlu ditingkatkan kembali terutama diberikan kewengan Kuasa BUN di daerah untuk melakukan teguran kepada perbankan berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kementerian Keuangan dengan Perbankan;

D.    Saran
1.        Diperlukan peraturan bersama antara Kementerian Keuangan dengan Otoritas Jasa Keuangan     berkaitan dengan pembukaan rekening untuk para penerima bantuan sosial agar tidak dilakukan pemotongan beberapa biaya yang berakibat berkurangnya nilai rupaih bantuan sosial yang diterima sebagai gabungan antara Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga dengan Peraturan Otoritas  Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif;
2.       Penguatan Fungsi Kuasa BUN/KPPN didaerah dalam hal pemberian otoritas penuh pengendalian rekening-rekening yang dibuka untuk para penerima bantuan sosial melengkapi PMK 182/PMK.05/2017 tentang Pengelolaan Rekening Milik Satuan Kerja Lingkup Kementerian Negara/Lembaga dapat berupa Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
3.    Mengusulkan untuk merevisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga dengan memberikan keleluasaan Kuasa BUN di daerah untuk melakukan monev dan pemberian sanki kepada Perbangkan jika terjadi kelalaian terhadap penyaluran Bantuan Sosial dalam rangka memberikan peran KPPN untuk mengawal setiap rupiah yang ada dalam APBN.
4.     Pemberian edukasi secara masif kepada masyarakat penerima bantuan sosial yaitu masyarakat miskin tentu saja mayoritas berpendidikan rendah, sehingga akan mencerahkan bahwa Bantuan Sosial yang mereka terima harus utuh tidak boleh berkurang sedikitpun dan dengan cara apapun mengurangi nilai rupiah bantuan sosial tersebut.