Senin, 01 Agustus 2016

Membangun Persaudaraan dengan Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo"

       Sepertinya ada yang berbeda tulisan saya ini ya pembaca, bagaimana tidak tanggal 29 Juli 2016 terjadi kerusuhan sara di Tanjung Balai Asahan http://news.okezone.com/read/2016/07/30/340/1450761/ini-foto-foto-kerusuhan-di-tanjung-balai, Medan Sumatera Utara, menghanguskan 8 vihara dalam sekejap.
    Indonesia sesungguhnya adalah bangsa yang sangat beradab, menjadi semakin brutal bukan karena keberadabannya sudah mulai luntur, akankah ini merupakan pertanda bahwa bangsa ini sudah semakin hedonis? atau bangsa ini sudah materialistis? sehingga yang sesungguhnya permasalahan itu adalah hal yang sangat sepele, bisa terselesaikan dengan mudah malah menjadi alat untuk memprofokasi saudara sebangsa dan setanah air untuk saling menciderai.Coba kita lihat tautan berita dari media yang berbeda http://www.portalpiyungan.com/2016/07/forum-umat-islam-tanjung-balai-bukan.html  nah inikah pemicunya? atau apa yang sedang diagendakan oleh musuh-musuh Indonesia ini sedang direalisasikan. Ah ngelantur kayaknya nih...
   Baiklah, caba pembaca cermati foto disamping ini, kira-kira kalau anda tebak pasti akan mengira bahwa semua yang ada di foto tersebut adalah suku jawa dengan postur tubuh yang sama laki dan perempuannya,  bahwa ternyata dua laki-laki dan satu anak disamping kanan penulis adalah asli dari Toraja, Sulawesi Selatan, dan juga perempuran kerudung biru muda samping istri penulis adalah asli Toraja, inilah yang saya maksud dengan judul di atas "Membangun Persaudaraan dengan Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo itu sungguh menyenangkan, apalagi kalau anda bisa mendalami filosofi Rumah Tonggkonan (saya sudah tulis diblog ini juga) dikarenakan selama kurang lebih  5 (lima) tahun, penulis berinteraksi dengan mereka ( lebih lengkap baca di blog ini judul persahabatan).
    Dinamika persahabatan sesungguhnya mudah untuk dibangun ketika kita memahami peribahasa " Dimana Bumi Di Pijak di situlah Langit Di Junjung", tidak terjadi saling curiga walau penulis adalah pendatang, sampai kemudian pada tanggal 24 Juli 2016 bertemu lagi di gubug kami.
     Ya itulah persaudaraan yang tidak dapat dinilai dengan uang, bahwa kita adalah mahlukNya adalah benar, tetapi fungsi mahluk Tuhan tidak hanya untuk berinteraksi dengan masyarakat pulau jawa saja, ternyata ada saudara kita dibelahan pulau sana yang memiliki kultur dan budaya sangat tinggi sebagai masyarakat "Puang Tamboro Langi", akhirnya bahwa ini semua adalah jalan yang kemungkinan Tuhan tetapkan pada kita, untuk saling ta'aruf saling bertautan bergandengan membangun peradaban walau bahasa yang berbeda Jawa dan Toraja, kalau boleh saya katakan keluhuran masyarakat Toraja sama persis dengan budi baik dan ramahnya orang jawa, bahkan pada suatu kesempatan penulis pernah dianggap sebagai orang Toraja, alhamdulilah karena Toraja adalah Kampung halaman penulis ke dua walau jauh tapi penuh makna.
     Untuk itu saya terngiang sebuah petuah dari budi luhur Toraja :
Da'mu sule masambeko'ke sumalong-malongko kayu sangbenga'kukuren sumanga' dan Da'mu marippi ma'dokko dio to kasepangan ke'de'ko kale' mupatarru lallanmu..
      Semoga berhasil saudaraku, kami terus berdoa untuk mu untuk sukses membangun Bumi Lakipadada, Misa kada dipotuo pantan kada dipomate. Amin.


Wallahu Alam.