PENDAHULUAN
Pada suatu kesempatan Presiden Sukarno menyampaikan tentang
pentingnya menjaga ketahanan pangan dan swasembada pangan pada masa tersebut
kondisi Negara masih belum mapan secara ekonomi maka sejak tahun 1952 itulah
tercetus sebuah pepatah Petani yang beliau ucapkan sebagai kepanjangan dari
Penjaga Tatanan Negara Indonesia.
Hal ini sangat beralasan pada masa itu dan masa selanjutnya
Indonesia masih mengalami transisi dari dijajah menjadi Negara berdaulat penuh,
sehingga segala sesuatu harus dipersiapkan sendiri oleh Negara dan masyarakatnya,termasuk
masalah kebutuhan pangan dan bagaimana caranya agar bisa menjadi negara berswasembada
pangan, maka para petanilah yang kemudian akan berperan sangat diharapkan oleh
Presiden Sukarno dimasa mendatang.
Diera globalisasi tehnologi seperti sekarang tentu saja
konteks petani jika diambil dari kepanjangan akronim yang diciptakan oleh
Presiden RI Pertama tersebut, tidak hanya para penggarap lahan tanah,
perkebunan, atau lahan hutan akan tetapi Penjaga Tatanan Negara Indonesia/PETANI
itu juga melekat pada kita sebagai warga negara dan kita sebagai Insan
Perbendaharaaan dalam rangka terus tetap membumikan Paket Undang Udang
Reformasi Keungan yaitu UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keungan Negara, UU Nomor
1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 tahun 2004
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Tiga paket Undang
Undang ini adalah dasar dari pengelolaan Keugan Negara sekaligus proses
pertanggungjawabannya dalam pengelolan Negara Indonesia, maka dari itu setiap
insan perbendaharaan harus memahaminya secara simultan tidak secara parsial,
sehingga akan memudahkan dalam menjalankan tugas dan memberikan solusi atas
pekerjaan-pekerjaan yang dibebankan setiap menjalankan tugas di Direktorat
Jenderal Perbendaharaan.
PEMBAHASAN
Semanjak berlakuknya Undang Undang Reformasi dibidang
Keuangan, ditingkat kuasa BUN di daerah dalam hal ini KPPN terdapat
perkembangan penyelesaian pekerjaan yang mengalami perubahan yang sangat
signifikan, terutama hal tentang pelaksananan APBN dam pertanggung jawabannya,
pada sebagian pegawai Ditjen Perbendaharaan perubahan pekerjaan sampai dengan
hari ini dapat dicerna sedemikian rupa dan berjalan dengan lancar dikarenakan
pekerjaan sekarang ini semuanya serba otomatis dalam menyelesaian pekerjaan
pelaksananan dan pertanggung jawaban APBN ditingkat satuan kerja, pemisahan
kewenangan Administratif beheer dan Comtable Beheer antara Kementerian Keuagan
sebagai Kuasa BUN pusat dan KPPN sebagai Kuasa BUN di daerah dihadapkan pada
satker sebagai kementerian teknis yang secara mutlak memiliki tanggung jawab
sesuai undang undang reformasi dibidang keuangan. Pemeriksaan Doelmatihghet berada pada kementerian
teknis, sementara KPPN Kuasa BUN di daerah memeriksa hanya pada wetmatihet dan rechmateghet, sehingga setiap segala sesuatu terkait
pekerjaan-pekerjaan seperti pelelangan, perikatan, dan pembayaran pada pihak ketiga
menjadi kewenangan PPK pada santuan kerja beserta pengelolan keuangan lainnya.
Pada saat ini di KPPN semua proses pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN sudah terotomasi dengan sistem SPAN/Sistem
Perbendaharaa dan Anggaran Negara diseluruh Indonesaia, sehingga jika terdapat
para pegawai baru yang lulusan dari PKN STAN atau penerimaan dari luar, semua
pekerjaan tentang APBN sudah terotomasi, tidak melalui proses veferifikasi
secara manual tetapi menggunakan sistem SPAN tersebut pada setiap pelaksanaan
dan pertanggungjawaban APBN. Oleh karena pekerjaan sudah terotomasi, maka
setiap pegawai baru tidak dapat memahami secara detail tentang pelaksanaan APBN
dan Pertanggung jawabannya, sebagai manifestasi atas Reformasi Undang Undang
dibidang Keuangan Negara, hal ini akan
berakibat fatal jika para pegawai baru tidak memahami aturan Undang Undang
tersebut.
Proses pelaksananan dan Pertanggung jawaban APBN ini
dilaksanakan pada KPPN sebagai Kuasa BUN didaerah, sehingga apabila terjadi
permintaan tagihan kepada Negara melalui KPPN, satuan kerja mengajuka SPM
secara elektronik dan pemeriksaan atas lampiran SPM hanya sebagai control saja,
sebab lampiran SPM itu menjadi tanggung jawab PPSPM pada satun kerja , begitu
juga dengan proses pengadaan barang dan jasa pun menjadi tanggung jawab PPK
pada satuan kerja dimaksud.
KPPN sebagai Kuasa BUN didaerah tidak dapat dan tidak
diperbolehkan memeriksa lampiran SPM sebab itu manjadi wewenang kementerian teknis/PPSPM,
KPPN hanya mengecek saja atas pengajuan SPM teresbut ketersediaan dana dan
menyetujui atas pendaftaran kontrak para satuan kerja, pemisahan kewengan
inilah yang harus difahami oleh para pegawai baik pawai baru ataupun pegawai
KPPN yang sudah cukup lama bekerja, hal ini menjadi penting jika terjadi resiko
atas pekerjaan KPPN sebagai Kuasa BUN dapat diminimalisir dan bahkan dapat
terdeteksi lebih awal.
Pemahaman atas pemisahan kewanangan Kuasa BUN di daerah dan
kewengann satuan kerja pada setiap wilayah KPPN berada menjadi penting dan
harus tetap dijaga, sebagai contoh adalah para pegawai OJT yang baru
ditempatkan sebelumnya magang terlebih dahulu di KPPN Serang, ternyata terdapat
gap yang sangat signifikan ketika dihadapkan pada pekerjaan yang otomasi dangan
pemahaman atas Paket Undang Undang Keuangan, hal ini akan menjadikan resiko
tersendiri ketika para pegawai OJT tersebut sudah terjun ke penempatan di
Ditjen Perbendaharaan di seluruh Indonesia, seperti disampaikan di atas bahwa
kedepan merekalah sebagai Penjaga Tatanan Negara Indonesia/PETANI dalam bidang
Keuangan.
Berdasarkan pengamatan para pegawai OJT tersebut maka
sangat penting bagai insan perbendahraan memahami secara silmultan terkait
Undang Undang Reformasi dibidang keuangan, sehingga Penjaga Tatanan Negara
Indonesia dalam hal ini adalah para pegawai Ditjen Perbendaharan menjadi para
pegawai yang secara lengkap akan memepertahankan Negara Indonesia dari
rongrongan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, dengan memahaminya maka
mempertahan akan lebih mudah dari pada kemudian untuk menciptakan hal yang baru
atau membuat kebijakan baru yang membutuhkan waktu cukup lama, kebijakan baru
merupakan pernik-pernik dari penafsiran yang sesungguhnya merupakan bagian
tidak terpisahkan dari pengelolaan Keuagan Negara dengan mendasarkan
Undang-Udang Reformasi Keuangan tersebut.
PENUTUP
Dari hasil uraian tersebut diatas bahwa Penjaga Tananan
Negara Indonesia dalam hal ini adalah para Insan Perbendaharaan diseluruh
Indonesia, harus memahami secara filosofis, yuridis dan sosiologis atas Undang
Udang Reformasi dibidang Keuangan, sebagai bukti terjadinya gap tersebut adalah
ketika para pegawai baru OJT dari PKN STAN yang ditempatkan sementaran di KPPN
Serang dan di Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Banten tidak memahami
secara lengkap atas paket Udang-Udang
dibidang Keuangan tersebut, sebab semua pekerjaan yang dilakukan di KPPN sudah
otomasi alur dan prosedur SOP sudah digantikan dengan sistem aplikasi gap
pemahaman atas teori Keurangan Negara, Perbendaharaan Negara dan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara pada mereka sangat tinggi akibatnya secara
ruh para pegawai baru tidak utuh memahaminya, hal ini akan berakibat fatal jika
dalam suatu kesempatan terjadi kasus hukum di kemudian hari.
Adalapun langkah pencegahan dan mitigasi resiko yang perlu
sangat segera diberikan pada para pegawai tersebut adalah pemberiaan pelatihan
khusus Paket Reformasi Undang Undang Keuangan Negara pada setiap Kanwil Ditjen
Perbendaraaan, tentu saja pelaksanaannya diserahkan pada masing-masing Kanwil
Ditjen Perbendaharaan ketika mendapatkan pegawai baru baik PKN STAN atau dari
penerimaan pagawai, pemateri pada diklat khususus tersebut adalah Bidang-Bidang
teknis di setiap Kanwil beserta seksi Teknis di KPPN setempat, dengan bimbingan
dan materi yang telah ditentukan oleh Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan dalam
hal ini Direktorat Sistem Perbendaharaan, maka kedepan para Petani (Penjaga
Tatanan Negara Indonesia) ini sudah mumpuni dan sudah terlatih dengan berbagai
bekal Ilmu Keungan Negara, akhirnya Ditjen Perbendaharaan menjadi PETANI ulung
dan unggulan dalam bidang Keuangan Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar