Selasa, 15 Desember 2020

MARKETPLACE PEMERINTAH ANTARA KEMUDAHAN BERBELANJA DAN MONOPOLI


 

PENDAHULUAN

 

Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan perekonomian disusun berdasar asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, bumi, air dan kekayaan alam didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar kemakmuran rakyat. Prinsip perekonomian ini disampaikan oleh Muhammad Hatta sebagai „arsitek‟ pasal 33 dilatarbelakangi oleh semangat kolektivitas yang didasarkan pada semangat tolong-menolong gotong royong dibingkai dengan Koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional.

 

Muhammad Hatta telah dapat meprediksikan bahwa di masa yang akan datang akan terjadi permasalahan ekonomi yang cukup rumit jika tidak diciptakan atau jika tidak ada peran serta Negara secara mendalam dalam mengelola perekonomian tersebut. Mengingat cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak atau badan usaha milik negara harus dikuasai oleh negara maka pemberian Uang Persedian sebagai uang muka kerja oleh Negara kepada Satuan Kerja ditingkat Kementerian/Lembaga untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran harus mendapatkan pengaturan sedemikian rupa agar dana UP yang dibiayai APBN tersebut dapat bermanfaat untuk hajat hidup orang banyak.

 

Diera digitalisasi sekarang ini peranserta Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai ujung tombak mengawal APBN satu rupiah tersampaikan kepada yang berhak, memiliki Inisiatif Strategis dan Quikwins Tahun 2020 berupa Pilot Project Marketplace dan Digital Payment kepada satuan kerja diluar Ditjen Perbendaharaan, dengan ditetapkan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-20/PB/2019 tentang Uji Coba Penggunaan Uang Persediaan melalui Sistem Marketplace dan Digital Payment pada Satuan Kerja.

 

PEMBAHASAN

 

Marketplace merupakan Financial technologi/Fintech atas inovasi dalam bidang jasa keuangan dengan sentuhan teknologi, sebagaimana dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran dan Surat


Edaran Bank Indonesia Nomor 18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital, teredapat 4(empat) jenis Fintech, adapun MarketPlace yang diciptakan oleh Ditjen Perbendaharaan menurut penulis adalah jenis Fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending dan Crowdfunding yang mempertemukan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memberikan dana sebagai modal atau investasi dalam satu online platform di Blanjamandiri, Govstore dan Digipro. Kemudian timbul pertanyaan monopolikah ini?

 

Sebelum ke arah sana marilah kita lihat devinisi monopoli dari : Yusuf Qardhawi dalam bukunya yang berjudul “Darulqiyam Wal Akhlaq fil Iqtishodil Islami” tahun 1995 halaman 293 berpendapat bahwa: Monopoli adalah menahan barang untuk tidak beredar di pasar , supaya naik harganya, Boediono dalam bukunya yang berjudul “Ekonomi Mikro” tahun 1998 halaman 125 berpendapat bahwa: Monopoli adalah suatu keadaan dimana di dalam pasar hanya terdapat satu penjual sehingga tidak ada pihak lain yang menjadi saingan. T Gurito dalam bukunya yang berjudul “Kamus Ekonomi Bisnis Perbankan” tahun 1997 halaman 272 berpendapat bahwa: Monopoli adalah penguasaan tunggal oleh satu-satu nya atau beberapa pemasok (baik pembuat atau penjual) atas suatu wilayah pasar atau industri tertentu, Sedangkan menurut UU pasal 1 ayat 1 No 5 tahun 1999 menyebutkan bahwa: “Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang atau jasa atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.”

 

Market Place Pemerintah ini adalah mengatur dan mempermudah belanja pemerintah berupa UP tunai 60% dalam satu Online platform yang disediakan oleh BUMN dalam hal ini adalah HIMBARA (Himpunan Bank Milik Negara), mempertemukan pihak yang memberikan dana yaitu Pemerintah berupa UP, dan pihak yang membutuhkan dana dalam hal ini satuan kerja untuk kegiatan operasional sehari-hari, dengan penyedia barang dan jasa yang telah menawarkan barang/jasa pada web Marketplace. Timbul pertanyaan besar dapatkah semua penyedia barang/jasa masuk kedalam Marketplace Pemerintah? Bagaimana caranya? Adakah pontensi fraud terkait pendaftaran penyedia barang/jasa? Apakah ini merupakan Monopoli Pemerintah?.

 

Pertanyaaan tersebut sudah terjawab dengan pasal 33 UUD 1945 seperti dalam pendahuluan tulisan ini, tentu saja tidak semua penyedia barang/jasa dapat masuk dalam Marketplace Pemerintah, hanya penyedia barang/jasa yang telah mendapatkan exitpermit oleh pejabat pengadaan barang/jasa satuan kerja berupa pendaftaran user admin dan di set-up oleh pejabat pengadaan barang dan jasa satker tersebut, kemudian penyedia barang/jasa dapat


memasarkan baranng/jasanya mengunakan user tadi ke Marketplace Pemerintah, perlu ditambahkan pula bahwa penyedia barang/jasa tersebut harus memiliki rekeing pada bank yang sama dengan rekening Bendahara Pengeluaran satker berkenan, disinilah secara Manajemen Resiko menurut penulis terdapat potensi fraud antara penyedia barang/jasa dengan Pejabat Pengadaan Barang/Jasa di satuan kerja, maka mitigasi resiko atas froud tersebut perlu mendapatkan pemekiran bersama.

 

Kemudian dalam Pasal 33 sangat jelas ..” cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara” secara tidak langsung Pemerintah wajib melakukan monopoli atas hal tersebut untuk sebesar kemakmuran rakyat, salah satunya UP berasal dari APBN dan dalam terminologi Ilmu Keuangan Negara dana dari APBN inilah untuk memenuhi layanan publik termasuk hajat hidup orang banyak sekaligus fungsi pemerintah sebagai otoritas mengelola Keugan Negara. Karena Negara dipersepsikan sebagai pemegang kekuasaan (otoritas-authority) yang mendapat mandat dari rakyat untuk menyediakan dan membela kepentingan masyarakat (public interest). APBN inilah sesungguhnya merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan, yaitu kekayaan negara yang digunakan untuk mendukung kegiatan pemerintah sebagai otoritas.

 

Bagaimana dengan Marketplace Pemerintah yang online paltformnya adalah milik HIMBARA? Ini yang kemudian yang kita sebut dengan Kekayaan Negara yang dipisahkan yaitu kekayaan negara yang digunakan dalam rangka pelaksanaan peran pemerintah selaku individu pada umumnya untuk memupuk keuntungan (profit motive), peran ini berada pada BUMN salah satunya adalah HIMBARA, terbayang bukan? Jika penyedia barang/jasa mempunyai rekening di satu bank yang sama dengan satuan kerja maka dia bisa menjajakan barang/jasanya, UP satuan kerja tersebut berada di Bank yang sama, maka dana UP/APBN tadi dapat dimanfaatkan oleh HIMBARA untuk mendapatkan keuntungan. Sebagai gambaran sejak uji coba Marketplace Tahap I di bulan November 2019 hingga tanggal 25 September 2020 teralah terealisasi sebanyak 994 transaksi dengan nominal Rp. 2.210.482.538,- (dua milyar dua ratus sepuluh juta empat ratus delampan puluh dua ribu lima ratus tiga puluh delaman ribu rupiah) yang dilakukan oleh 217 satuan kerja Ditjen Perbendaharaan dilingkup Pusat maupun Daerah, dan Ditjen Perbendaharaan pada uji coba tahap IV mulai tanggal 1 Oktober 2020 menetapkan 241 satuan kerja untuk Market Place.


KESIMPULAN

         Market Place Pemerintah adalah salah satu usaha pemenuhan UUD 1945 pasal 33, sehingg monopoli atas hal tersebut merupakan kewajiban Negara guna memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

         Dalam rangka memitigasi resiko atas potensi froud atas penyedia barang/jasa dan pejabat pengadaan barang dan jasa perlu adanya sumpah jabatan bagi pajabat pengadaan barang/jasa, walaupun terdapat Pakta Integritas yang di tanda tangan oleh Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa dengan atasan langsung secara struktural karena ketika pegawai mendapatkan sertifikat Pengadaan Barang/jasa tidak ada sumpah jabatan, atas hal terebut dapat memitgasi resiko fraud tersebut.

 

Demikian semoga bermanfaat.

 Penulis : Waluyo

 Disclamer : “ Tulisan ini merupakan Pendapat Pribadi tidak terkait dengan instusi diamana penulis bekerja”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar